Sidang Eksepsi Kasus Arief Nugroho dan Muhammad Bayu Hartono di PN Jakarta Selatan

Kamis 20 Mar 2025 - 16:31 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

JAKARTA – Sidang lanjutan kasus Arief Nugroho alias Bastian, anak dari Bos Prodia, dan Muhammad Bayu Hartono memasuki tahap eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kasus ini berfokus pada dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak, yang berlanjut pada sidang tertutup pada Rabu (19/3).
Pahala Manurung, kuasa hukum Arief Nugroho, mengungkapkan bahwa tim kuasa hukum mereka terdiri dari tujuh orang. Menurut Pahala, agenda sidang tersebut adalah pembacaan eksepsi keberatan yang disampaikan oleh pihaknya.
“Kami tim kuasa hukum lengkap, ada 7 orang. Tadi kami hanya membacakan eksepsi keberatan kami. Karena ini sifatnya tertutup, jadi hanya jaksa penuntut umum, tim kuasa hukum, dan majelis hakim yang bisa mengaksesnya,” jelas Pahala kepada wartawan.
Pahala menambahkan, meski keberatan tersebut telah disampaikan, materi eksepsi tersebut bersifat tertutup, sehingga tidak bisa dipublikasikan lebih lanjut.
“Keberatannya itu, karena sifatnya tertutup, jadi kami belum bisa membagikan materi tersebut,” ungkap Pahala.
Pahala juga menegaskan bahwa kliennya, Arief Nugroho dan Muhammad Bayu Hartono, merasa keberatan atas dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum. “Klien kami keberatan atas dakwaan tersebut. Kami rasa tidak tepat yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum, yang tidak sesuai dengan Pasal 143 KUHAP, sehingga kami mengajukan keberatan, eksepsi,” lanjut Pahala.
Dakwaan terhadap kliennya cukup kompleks, mencakup tujuh pasal, namun Pahala menilai dua pasal yang lebih menonjol dalam dakwaan tersebut dianggap tidak tepat. “Ada tujuh pasal, tapi yang lebih difokuskan ada dua pasal. Tapi semuanya dicampur, sehingga kami duga dakwaan ini tidak tepat dan kurang teliti,” ujar Pahala.
Walaupun eksepsi telah diajukan, proses hukum ini masih berlanjut dan tim kuasa hukum berharap keberatan mereka diterima oleh majelis hakim agar kasus ini tidak berlanjut lebih jauh.
Sementara itu, Hasudungan Manurung, kuasa hukum lainnya, menyatakan bahwa dakwaan tersebut harus dibatalkan demi hukum. Ia menegaskan bahwa visum et repertum yang menjadi dasar dakwaan dilakukan pada tahun 2023, sedangkan peristiwa yang dilaporkan terjadi pada Mei 2024.
“Dakwaan tersebut harus dibatalkan demi hukum karena tidak jelas dan tidak cermat. Berdasarkan visum et repertum tahun 2023, sedangkan peristiwanya terjadi pada Mei 2024. Harusnya itu lebih teliti lagi,” jelas Hasudungan.
Kasus ini kembali mencuat setelah mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, terseret dalam dugaan pemerasan terhadap Arief Nugroho, anak bos Prodia. Selain Bintoro, ada empat anggota polisi lainnya yang turut terseret dalam kasus dugaan pemerasan ini, termasuk eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Gogo Galesung, mantan Kanit dan Kasubnit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND, serta mantan Kanit PPA Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Mariana.
Sebelumnya,  Lima oknum polisi yang dijatuhi hukuman dalam kasus suap anak bos Prodia mengajukan banding terhadap putusan sidang etik yang digelar pada Jumat (7/2).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan bahwa kelima oknum polisi yang diduga melanggar tersebut, yakni AKBP Bintoro, AKBP Gogo Galesung, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, dan Ipda Novian Dimas, memutuskan untuk menolak keputusan dan mengajukan banding atas putusan tersebut.
“Kelima terduga pelanggar ini menolak putusan yang telah dibacakan dan mengajukan banding,” ujar Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada awak media, Senin, 10 Februari 2025.
Dalam sidang etik tersebut, tiga dari lima oknum polisi dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Ketiganya adalah AKBP Bintoro, AKP Mariana, dan AKP Ahmad Zakaria. Sementara itu, AKBP Gogo Galesung dan Ipda Novian Dimas dijatuhi sanksi demosi selama delapan tahun.
Komisioner Kompolnas, Chairul Anam, sebelumnya mengungkapkan bahwa dalam persidangan, khususnya AKBP Bintoro, mengakui dan menyesali perbuatannya. “Menyesal dan menangis,” kata Chairul Anam saat memberikan keterangan tentang proses persidangan.
Kasus ini menjadi perhatian publik, dan keputusan banding dari kelima oknum polisi tersebut masih akan menunggu proses hukum lebih lanjut.
Sebelumnya, Setelah dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), eks Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, terlihat menangis dan menyatakan penyesalan.
Hal ini disampaikan oleh Komisioner Kompolnas, Chairul Anam, yang mengungkapkan kondisi Bintoro usai diputuskan bersalah dalam kasus dugaan suap anak bos Prodia.
“Menyesal dan menangis,” ungkap Chairul Anam kepada awak media, Jumat (7/2/2025).
AKBP Bintoro dijatuhi sanksi PTDH setelah terlibat dalam kasus suap yang melibatkan anak dari pemilik Prodia. Selain Bintoro, satu lagi oknum polisi, AKP M, masih dalam proses pemeriksaan dan belum dijatuhkan sanksi final.
“Jadi, hingga saat ini sudah dua orang yang di-PTDH, yaitu AKBP Bintoro dan satu lagi AKP M yang masih dalam proses,” jelas Anam.
Selain itu, tiga oknum polisi lainnya yang terlibat dalam kasus penyuapan tersebut turut diberi sanksi melalui sidang etik di Polda Metro Jaya. Salah satu dari mereka, AKP Z, dijatuhi sanksi PTDH.
“AKP Z diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH), sementara dua lainnya, AKBP GG dan Ipda ND, mendapatkan sanksi demosi,” lanjut Anam.
AKBP Gogo Galesung (AKBP GG) dan Ipda ND dijatuhi sanksi demosi dengan masa hukuman masing-masing delapan tahun, serta menjalani hukuman tambahan berupa 20 hari penahanan di tempat khusus.
Mereka tidak akan ditempatkan di unit Reserse sebagai bagian dari sanksi.
Semua yang dijatuhi sanksi diketahui telah mengajukan banding atas keputusan tersebut.
“Semua yang dijatuhi sanksi banding,” ucap Anam menutup penjelasannya. (disway/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait