JAKARTA - Selama ini ada stigma bahwa limbah cair dari pabrik sawit merupakan limbah murni dan bisa memicu pencemaran lingkungan. Padahal kalau dikelola dengan baik dan profesional, limbah itu bisa memiliki ekonomi tinggi.
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University Prof. Yanto Santosa mengungkapkan perlu sebuah perubahan paradigma (mindset) tentang limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Limbah itu bukan limbah berbahaya, tetapi air limbah yang berpotensi memberikan multimanfaat. Berbagai kajian menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah cair sawit berpeluang memberikan manfaat untuk lingkungan, agronomi, maupun ekonomi.
Menurut Prof. Yanto, jika LCPKS dikelola dengan profesional akan dapat diandalkan untuk mendukung laju pertumbuhan 8 persen sebagaimana dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. "Untuk menghindari persepsi bahwa LCPKS bersifat berbahaya, meskipun tidak mengandung unsur B3 (bahan berbahaya dan beracun), perlu dilakukan perubahan istilah LCPKS dari limbah cair menjadi air limbah," ungkapnya di Jakarta, Senin (10/2).
Lebih jauh, Prof. Yanto menjelaskan manfaat LCPKS yang begitu besar bagi perekonomian. Menurut Prof. Yanto, LCPKS terproses memiliki berbagai kandungan hara yang dapat dijadikan sebagai nutrisi organik bagi tanaman kelapa sawit melalui land application (LA). Land application merupakan salah satu teknik pengelolaan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan cara mengalirkan limbah cair melalui sistem parit ke kebun.
"Keuntungan agronomis, berdasarkan kajian data dari 15 pabrik kelapa sawit (PKS), sebanyak 80 persen mengalami peningkatan produksi tandan buah segar (TBS) pada lahan yang diaplikasikan LCPKS dibandingkan dengan lahan yang tidak diaplikasikan. Sedangkan 20 persen tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan," jelas ketua Dewan Pakar Pusaka Kalam itu.
Prof. Yanto juga mengungkapkan, LCPKS terbentuk dari senyawa-senyawa karbon yang dapat berpotensi dijadikan sebagai sumber bahan bakar terbaharukan bagi kendaraan maupun pembangkit tenaga listrik. Selain itu, pemanfaatan LCPKS melalui sistem methane capture atau biodigester dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
"Meskipun investasi awal tinggi pada teknologi methane capture dan biodigester, keuntungan yang diperoleh dari penggantian BBM untuk boiler dan penjualan cangkang kelapa sawit memberikan nilai ekonomi yang signifikan," jelas Prof. Yanto.
Methane capture merupakan teknologi yang digunakan untuk menangkap gas metana hasil pembakaran limbah sawit. Adapun biodigester adalah alat yang digunakan untuk mengubah limbah organik menjadi biogas.