Untuk gambar, Irfan Tri Musri mengatakan bahwa dalam perdagangan karbon pemerintah Indonesia telah meluncurkan bursa efek karbon. Tentunya perdagangan karbon skala besar ini akan terjadi kesulitan bagi masyarakat jika masyarakat yang mengimplementasikan secara langsung," ungkapnya.
Oleh sebab itu, kata Irfan Tri Musri, potensi lainnya akan bermunculan broker atau calo karbon yang akan nantinya memfasilitasi pertemuan antara buyer dan masyarakat.
Lebih lanjut, Irfan Tri Musri menyampaikan permainan perdagangan karbon dalam konteks upaya penekanan laju perubahan iklim yang menjadi politik global. "Karena di satu sisi negara-negara maju yang memiliki industri seolah-olah emisi mereka sudah sangat kecil padahal sesungguhnya emisi mereka besar," ungkapnya.
"Tapi karena mereka membeli karbon dari tiga negara dengan hutan hujan tropis terbesar, yaitu Indonesia, Brazil, dan Afrika. Dengan membeli sertifikat emisi karbon seolah-olah emisi mereka sangat kecil," tmabah Irfan Tri Musri.
Dalam upaya menekan laju perubahan iklim ini, kata Irfan Tri Musri, negara maju juga kerap melakukan pemindahan investasi ke negara berkembang. "Misal A negara maju. Karena takut diklaim akan berkontribusi terhadap emisi dan menekan laju percepat perubahan iklim, kemudian investasi tidak dilakukan di negaranya. Tapi, dilakukan di negara berkembang. Makanya di negara berkembang termasuk Indonesia cukup banyak investasi dari luar, terutama dari negara maju," ungkapnya. (pip/ful)