JAKARTA - Pemerintah era Presiden Prabowo Subianto menargetkan ekonomi tumbuh 5,2 persen pada tahun 2025.
Sedangkan target dalam jangka panjang selama lima tahun, pertumbuhan ekonomi nasional ditargetkan bisa mencapai 8 persen.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, ada tiga aspek yang bisa dilakukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Pertama harus didorong melalui investasi. Kedua, yaitu membuka pasar ekspor, dan ketiga labor intensive harus digenjot,” ungkapnya di Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian di Jakarta.
Dalam Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia jangka menengah perlu tumbuh pada kisaran 5,6%-6,1% agar bisa mencapai pendapatan per kapita dari US$ 5.500 (2025) menjadi US$ 7.400–7.670 (2029).
Dalam periode tersebut peran manufaktur terhadap PDB meningkat dari 20,8% (2025) menjadi 21,9% (2029).
Airlangga menjelaskan hingga saat ini pemerintah masih menyusun sejumlah rencana agar dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi.
Namun, ia belum merinci terkait langkah-langkah yang dilakukan agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
“Jadi di dalam APBN 2025 pertumbuhan ekonomi masih di atas 5%, untuk menuju 8% itu ada program yang sedang dipersiapkan,” ucapnya.
Sedangkan Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Hendri Saparini menilai target pertumbuhan ekonomi 8% bisa diraih oleh pemerintah.
Salah satunya yakni pemerintah mengubah pendekatan ekonomi dari saat ini yang menekankan deindustrialisasi menjadi industrialisasi.
Pemerintah, juga harus melakukan revitalisasi di bidang industri. Indonesia diminta belajar dari negara-negara maju, yang berhasil naik kelas karena melakukan lompatan ekonomi, utamanya dalam hal industrialisasi.
Sementara itu, Indonesia belakangan cenderung bergerak mundur dengan deindustrialisasi dini. Terkait hal itu, revitalisasi industri berpeluang menaikkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
Hal ini dapat ditempuh dengan membangun industri dasar dan menggerakkan semua sektor di seluruh daerah.
“Selanjutnya, industri manufaktur bisa dijadikan jangkar untuk membangun backward dan forward linkage antara antara BUMN dan pihak swasta seperti usaha mikro kecil dan menengah,” papar Hendri.(beritasatu/nca)