BANDARLAMPUNG – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bandarlampung mencatat 21 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KdRT) terjadi sepanjang 2024. Hal ini disampaikan Kepala Dinas PPPA Bandarlampung Maryamah yang menyebut bahwa kasus-kasus tersebut dilaporkan dan ditangani pihaknya sejak Januari hingga Agustus 2024.
’’Untuk 2024, kami mencatat 21 kasus KDRT di Bandarlampung. Ini berdasarkan laporan yang masuk dan kami tangani," ungkap Maryamah.
Kasus KdRT tersebut, kata Maryamah, terjadi di 20 kecamatan di Bandarlampung dengan korban utamanya adalah perempuan dan anak-anak. ’’Sebagian besar kasus KdRT disebabkan oleh masalah ekonomi yang umumnya dialami keluarga dari kalangan menengah ke bawah. "Masalah ekonomi ini berkaitan dengan pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) yang saat ini sedang marak," katanya.
Masalah ekonomi yang berkepanjangan, menurut Maryamah, kerap memicu konflik dalam rumah tangga bahkan berujung pada perceraian. ’’Dalam banyak kasus, anak-anak menjadi korban yang merasakan dampak langsung dari kekerasan tersebut,’’ katanya.
Tak hanya persoalan ekonomi. Menurut Maryamah, KdRT juga sering dipicu oleh perselingkuhan yang menyebabkan ketegangan emosional di dalam rumah tangga. Hal ini sering kali berujung pada kekerasan fisik. "Dampak dari masalah rumah tangga, seperti perceraian, juga bisa membuat anak-anak menjadi korban bullying di sekolah," ujarnya.
Sejauh ini, menurut Maryamah, masih sedikit korban KdRT yang berani melapor. ’’Biasanya laporan datang dari pihak keluarga dan hanya jika terdapat bukti kekerasan. Meski begitu, hanya sedikit korban yang bersedia melakukan visum sebagai bukti pendukung. Kami terus memantau beberapa korban yang masih dalam proses pendampingan. Mereka harus diamankan di tempat yang aman agar trauma yang mereka alami bisa perlahan hilang," ungkapnya. (rif/rlmg)