BANDARLAMPUNG - Sejumlah petani perempuan yang terdiri atas SP Sebay Lampung melakukan aksi dan bagi-bagi sayuran gratis di Tugu Adipura, Bandarlampung, Selasa (24/9). Ini sebagai wujud perlawanan terhadap anjloknya harga sayuran di pasaran.
’’Kami ingin menyuarakan kondisi petani perempuan yang mengalami kemiskinan struktural. Ini bukan karena tidak ada sebab dalam peringatan Hari Tani Nasional ini," kata Koordinator Aksi Reni Yuliana Meutia.
Menurut Reni, banyak hal yang mendasari semua yang kini terjadi pada kondisi perekonomian para petani perempuan. Di antaranya gagal panen hingga ketidakberpihakan pemerintah. Kami melihat akar masalahnya dari banyaknya proses pembangunan yang dilakukan pemerintah tanpa keterlibatan masyarakat. Kemudian proses pembangunan terjadi tanpa memikirkan kerusakan ekologis di mana-mana mengakibatkan perubahan iklim dan berdampak pada hasil tanaman petani. Kami minta hentikan mekanisasi pertanian yang membuat masyarakat miskin karena besarnya biaya pertanian dan tidak sesuai dengan harga jual yang mereka dapat," ujarnya.
Selain itu, kata Reni, harga beras yang kini sedang melambung tinggi tidaklah mengubah perspektif kehidupan ekonomi petani saat ini. "Harga beras yang tinggi saat ini sangat tidak berpengaruh dengan kondisi ekonomi para petani karena ini adalah permainan pasar para investor membeli dengan harga murah lalu jual harga mahal. Ini bukan hal sinkron," ungkapnya.
Reni menegaskan, pembagian sayuran bayam brasil dan rampai ini merupakan wujud perlawanan terhadap permainan pasar yang kini tengah melanda. Padahal, menurut Reni, tidak ada jenis sayuran komersialisasi karena ditanam di tanah yang sama.
"Yang kami bagikan ini adalah bayam brasil dan tomat sebagai wujud perlawanan terhadap ketidakadilan. Kami ingin mengatakan bayam brasil ini kalau dijual di supermarket mahal harganya. Sedangkan di pasar murah. Padahal ditanam di tanah yang sama. Jadi, kami ingin meminta pemerintah untuk tidak mengomersilkan. Tidak ada sayuran komersial. Jadi, berhentilah mematikan harga ini,’’ katanya.
Selain itu, kata Reni, rampai dibagikan karena sebagai bentuk perlawanan kita di harganya yang hanya Rp3 ribu. ’’Betapa tidak ada harganya. Jadi kita bagikan saja. Semua orang bisa makan semua sayuran tanpa harus membedakan mana komersial atau tidak," tegasnya.
Selain itu, kata Reni, pihaknya meminta pemerintah untuk mencabut UU Cipta Kerja yang melanggengkan pembangunan tersebut. ’’Kami harap ada pengakuan bahwa campur tangan petani perempuan. Sehingga kesejahteraan bisa terwujud karena perempuan terlibat pada semua proses penanaman sampai penjualan,’’ ujarnya.
Kemudian, kata Reni, berikan tanah HGU bagi tani yang tidak memiliki lahan. ’’Belum lagi peristiwa kriminalisasi petani perempuan di Kotabaru. Walaupun bukan tanah miliknya, seharusnya pemerintah memberikan rasa kepeduliannya terhadap kami para petani perempuan," ungkapnya. (*)