Penerapan Suri Teladan Nabi Muhammad SAW di Era Milenial
-ilustrasi edwin/rlmg-
BANDARLAMPUNG - Akhlak dan budi pekerti Nabi Muhammad SAW tak lekang dimakan zaman.
Walaupun Rasulullah telah wafat beribu-ribu tahun ýang lalu, cerita dan sejarahnya dalam membela umat Islam terus ada sampai saat ini
Seperti disampaikan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandarlampung Ustad Abdul Aziz, banyak hal yang sangat penting untuk diambil manusia saat ini dalam menjalankan kehidupan di dunia dari akhlak Rasulullah.
’’Untuk generasi saat ini, Nabi itu diutus sebenarnya bukan untuk merahmati umat Islam, tetapi merahmati semua manusia dan alam semesta. Maka dalam kutipan Alquran yang artinya: ’Aku tidak mengutusmu ya Muhammad kalau tidak untuk semesta’,” katanya.
Menurutnya, menjadikan Rasulullah sebagai role model para penerus bangsa saat ini adalah hal yang sangat tepat, utamanya membuktikan rasa cinta kasih kita kepada Nabi Muhammad SAW.
“Nah salah satu manfaat ýang bisa kita ambil dalam kehidupan saat ini yaitu akhlak Nabbi ýang dijadikan suri tauladan, harus dijadikan role model dijadikan rujukan bagi generasi kapanpun,” ujarnya.
Menurut Aziz, ada tiga akhlak nabi ýang paling relevan dan sangat bagus diterapkan saat ini.
“Menurut saya yang relevan dengan kondisi milenial atau zilenial itu ada tiga sifat utamanya yang tidak hanya diakui oleh umat Islam tapi diakui oleh non muslim di jamannya. Pertama kejujuran karena jujur menjadi orang terpecaya dan saat muda mendapatkan gelar Al Amin sangking sangat jujurnya orang-orang menitipkan uang kepada nabi dan kedua melahirkan kepercayaan,” ujarnya.
Lalu, ketiga Nabi itu adalah sosok Figur Pemersatu, dirinya menyebut pada zaman itu diantara banyak kafilah berebut siapa orang ýang paling berhak meletakan hajar Aswad ke dinding Ka’bah.
“Nah, yang ditunjuk itu Nabi untuk meletakkan tapi nabi adalah orang yang bijaksana akhirnya digelarlah kain panjang lalu hajar diletakan lalu semua suku itu memegang kain itu jadi merasa ikut menaruhnya,” ucapnya.
Terakhir, saat nabi Muhammad hijrah itu membutuhkan proses tiga tahun dalam mempersatukan dua suku yang selalu perang, sampai mereka merasa bosan dan mencari figur seperti nabi karena terkenal jujur, terpecaya dan pemersatu.
“Sampai akhirnya Nabi mensyaratkan mereka membaca syahadat dengan berujung mereka masuk Islam semua dan saat ini diberi nama sahabat anshor dan Muhajirin. Ini kan luar biasa kalau ini diterapkan tentu tidak akan ada peperangan, maka saya kira saat ini harus dijadikan suri tauladan dan menjadi esensi kita memperingati Maulid Rasul,” pungkasnya. (mel/c1/yud)