RAHMAT MIRZANI

JPU KPK Minta Hakim Tolak PK Mustafa

BANDARLAMPUNG - Sidang permohonan peninjauan kembali (PK) yang dilakukan mantan Bupati Lampung Tengah (Lamteng) Mustafa memasuki tahap akhir. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang pun siap mengirimkan berkas permohonan PK tersebut ke Mahkamah Agung untuk diputuskan.

          Dalam sidang beragendakan penyampaian kesimpulan oleh para pihak, Selasa (14/11), Mustafa sendiri hadir melalui Zoom meeting dengan mengenakan kemeja kuning. Kemudian saat ditanya kabarnya oleh Ketua Majelis Hakim Achmad Rifai, ia menjawabnya dalam keadaan sehat.

          Sementara kesimpulan pertama disampaikan kuasa hukum Mustafa, Muhammad Yunus, meminta agar majelis hakim menerima permohonan PK yang diajukan Mustafa. ’’Kami memohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menerima permohonan pemohon seluruhnya," kata Yunus saat membacakan kesimpulan.

Apabila majelis hakim berbeda pandangan, ia berharap hakim memutus perkara dengan seadil-adilnya. Yunus juga mengatakan tak seharusnya Mustafa divonis dua kali dalam perkara yang sama. Karena itu, ia menganggap perkara Mustafa dikategorikan ne bis in idem atau satu perkara tidak bisa divonis dua kali.

          Perbuatan korupsi yang dilakukan Mustafa tidak sesuai pasal 64 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait perbuatan yang dilakukan secara berlanjut. Sehingga, Mustafa harusnya hanya satu kali divonis penjara.

"Perbuatan yang dilakukan pemohon PK termasuk pengulangan perbuatan dan perbuatan berlanjut. Materi pemeriksaan perkara a quo yang diajukan jaksa penuntut umum adalah sama baik subjek objek, tempus, locus maupun alat buktinya," tandasnya.

          Sedangkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Taufiq Ibnugroho selaku termohon meminta majelis hakim agar menolak permohonan PK. Taufiq dalam kesimpulannya mengatakan permohonan PK yang diajukan Mustafa kontradiksi dengan sikapnya yang sebelumnya ketika divonis oleh Pengadilan Tipikor Tanjungkarang. Saat itu, Mustafa langsung menerima vonis penjara untuknya dan tidak mengajukan upaya hukum banding maupun kasasi.

          "Jika pemohon mengajukan upaya PK tentu hal ini bertolak belakang dengan sikap pemohon PK yang sebelumnya menerima putusan," kata Taufiq Ibnugroho.

Demikian juga tim penasiehat hukum saat itu dalam pledoi atau pembelaannya tidak keberatan dengan tuntutan jaksa yang menuntut Mustafa dengan pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  "Dengan demikian mengakui kesalahannya atas perbuatan pemohon (Mustafa) yang menerima uang dari para rekanan. Hal tersebut juga didukung dengan tidak adanya permohonan eksepsi atau keberatan atas azas ne bis in idem dari dakwaan jaksa penuntut umum yang dijadikan dasar para permohonan PK.

          Taufiq Ibnugroho dalam kesimpulannya menyebut Mustafa sengaja menghindari hukuman yang lebih berat karena tidak mengajukan banding dan kasasi. Namun langsung mengajukan PK sebagai upaya hukum luar biasa.

          Jaksa juga menganggap novum atau keadaan baru yang diajukan oleh tim kuasa hukum Mustafa tidak bersifat baru. "Bukti yang diajukan sebagai novum (keadaan baru) menurut kami tidak dapat dikualifikasikan sebagai novum karena tidak ada sifat kebaruan atau kekuatan untuk mengubah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap," unbkapnya.

          Jaksa pun meminta agar majelis hakim menolak permohonan PK yang diajukan Mustafa dan menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Tanjungkarang dan dinyatakan tetap berlaku. (nca/c1/rim)

 

Tag
Share