Sanksi Berat Travel Nakal Bawa Jamaah tanpa Visa Haji

SEJAJAR: Detik-detik Rashdul Kiblat berlangsung, terlihat bayangan seorang jamaah haji di Masjidilharam menyatu dengan tubuhnya. Sementara, Menag Yaqut Cholil Qoumas menegaskan bakal menyiapkan sanksi berat untuk travel nakal yang membawa jamaah tanpa vis--FOTO MEDIA CENTER HAJI

JAKARTA – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengaku prihatin dengan banyaknya jamaah yang menjadi korban akibat ingin berhaji tapi menggunakan visa non-haji. Mereka tidak diizinkan masuk Makkah, bahkan tidak sedikit yang dideportasi.

Yaqut menegaskan komitmennya pada pelindungan jamaah. Karena itu, dia akan menyiapkan sanksi berat untuk travel nakal tersebut.

Menurutnya, Menteri Haji Arab Saudi Taufiq F. Al Rabiah saat datang ke Indonesia sudah mengatakan bahwa pemerintahnya akan sangat serius terhadap jamaah yang tidak menggunakan visa haji resmi. Mereka akan dilarang untuk masuk mengikuti ibadah haji.

"Kita, Pemerintah Indonesia, juga sudah menyampaikan. Tapi masih ada beberapa yang nekat. Saya sudah perintahkan Pak Dirjen untuk melakukan tindakan tegas terhadap travel-travel yang seperti ini," kata Yaqut, Selasa (11/6).

"Ada sanksi berat bagi travel-travel yang tetap nekat memberangkatkan jamaah dengan menggunakan visa di luar visa haji resmi," sambungnya.

Yaqut menyampaikan, sanksi paling berat yang bisa dilakukan adalah mencabut izin travel. Namun, jika hanya mencabut izin, maka pelaku nantinya juga bisa membuat travel lagi. Karenanya, Menag tengah memikirkan upaya lain untuk mengatasi masalah berhaji dengan visa non-haji.

"Nanti kita kaji dan koordinasikan dengan pihak imigrasi agar tahun mendatang, visa non haji resmi tidak terbit pada musim haji," jelasnya.

Yaqut menyadari bahwa semua warga negara berhak bepergian ke mana pun. Namun, perlu ada upaya agar korban jamaah berhaji dengan visa non haji tidak berulang.

"Concern kita ada pada pelindungan jamaah, supaya tidak ada jamaah yang menjadi korban lagi. Kasihan, kan, sudah sampai sini, lelah, dideportasi, dan tidak bisa masuk lagi selama 10 tahun. Kasihan. Saya kira itu," sebutnya.

"Ini kasihan jamaah kita menjadi korban. Ini juga PR bagi pemerintah untuk memberikan sosialisasi kembali kepada seluruh masyarakat agar tidak menggunakan visa ini (non-haji). Karena ini saya kira harus menjadi concern bersama," ungkapnya. 

Di sisi lain, pelaksanaan mabit di Muzdalifah yang dilakukan sebagian jamaah haji Indonesia berpotensi menimbulkan polemik karena tidak sah dari sisi ibadah atau manasik. Pasalnya, pelaksanaan mabit dengan skema murur atau hanya melintas di Muzdalifah, tidak sesuai dengan panduan MUI. 

Secara resmi Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan jadwal pelaksanaan murur. Rencananya pelaksanaan murur, berlangsung antara pukul 19.00 sampai 22.00 waktu setempat. Artinya sebagian jamaah yang mengikuti murur, melintas saja di Muzdalifah sebelum tengah malam. Padahal sesuai dengan aturannya, mabit di Muzdalifah dilalukan dengan cara berdiam diri di Muzdalifah hingga pergantian malam atau lewat pukul 00.00 waktu setempat. 

"Kalau (murur) dilaksanakan pada jam tersebut (19.00 sampai 22.00 waktu setempat), bukan mabit," kata Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh di Jakarta pada Senin (10/6). Dia mengatakan, menurut mayoritas fuqaha hukum mabit di Muzdalifah dalam rangkaian ibadah haji adalah wajib. 

Kemudian mabit di Muzdalifah ada ketentuan waktunya. Yaitu berdiam diri di Muzdalifah hingga tengah malam. Berdiam diri tersebut, boleh sebentar saja. Yang penting melewati tengah malam. 

Tag
Share