Anggota DPR Tuding Nadiem Makarim sebagai Biang Kemunduran Pendidikan

Anggota DPR Anita Jacoba Gah saat menyoroti kinerja Kemendikbud. -FOTO TANGKAPAN LAYAR -

JAKARTA – Kinerja Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menjadi sorotan. Di antaranya datang dari kalangan DPR RI.

Lembaga legislatif ini menyoroti beragam masalah yang terjadi pada sekolah. Khususnya terkait dengan realisasi dan penyerapan anggaran pendidikan di daerah.

Sebelumnya, pada rapat dengan DPR RI Rabu 5 Juni 2024, Nadiem Makarim menjelaskan tentang alokasi Pagu Indikatif Belanja K/L Kemendikbudristek RI TA 2025 sebesar Rp83 Triliun. Angka ini turun sekitar Rp15 Triliun dibandingkan tahun 2024. Nadiem mengusulkan tambahan anggaran sekitar Rp25 Triliun. 

Salah satu Anggota Komisi X DPR Anita Jacoba Gah lalu memberi tanggapan. Anita meminta Kemendikbudristek mengintrospeksi pengelolaan anggaran terlebih dahulu.

Dengan nada marah, Anita menyebut banyak masalah pendidikan yang terjadi di daerah. Khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Di antaranya  masalah guru PPPK yang sudah lulus namun belum mendapatkan Surat Keputusan (SK). Masalah lain, banyak Guru PPPK masih belum menerima tunjangan. Ada pula sejumlah bangunan sekolah terbengkalai padahal sudah dianggarkan sejak 2021.

“Saya kasih contoh, di Kabupaten Kupang ada 17 sekolah, bangunannya dari 2001 sampai sekarang tidak terselesaikan,” ujarnya dengan nada tinggi.

Ini bukan pertama kalinya Anita memarahi Nadiem Makarim. Selain menyoroti kinerja Kemenristekdikti, Anita juga menuding Nadiem sebagai biang kerok penghambat kemajuan pendidikan di Indonesia. Aksi Anita ini mendapat dukungan dari kalangan guru yang merasakan kurangnya kesejahteraan.

Menanggapi kemarahan Anita, Nadiem hanya bisa menunduk. Ia tak berani menatap langsung wajah Anggota DPR RI tersebut. Nadiem seolah menyadari banyak kegagalan yang terjadi selama masa kepemimpinannya.

Anita sendiri merasa masukan dari Anggota Komisi X DPR RI tak pernah didengar. Bahkan KPK langsung memberikan rekomendasi untuk mengawasi aliran APBN ke setiap daerah yang dialokasikan untuk dana pendidikan.

Tidak sampai disitu, Anita juga menilai Nadiem anggaran besar yang dialokasikan tidak dapat dikelola dengan baik. Padahal, Anita memandang, anggaran besar tersebut seharusnya bisa mencukupi.

Kondisi ini memicu sistem pendidikan menjadi kacau sehingga mengakibatkan berbagai masalah. Di antaranya moral anak bangsa rusak sehingga jiwa nasionalisme memudar.

Bahkan sejak beberapa tahun terakhir, pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran. Kondisi ini sangat berbeda dengan keadaan pada masa orde baru. Kala itu, pendidikan kita dianggap unggul sehingga banyak pelajar dari luar negeri belajar ke tanah air.

Kemerosotan kualitas pendidikan di Indonesia ditandai dengan karut marutnya kurikulum, kurangnya kesejahteraan guru, hingga terjadinya penyelewengan anggaran pendidikan.

Visi mewujudkan generasi Indonesia Emas 2045 akan sulit terwujud jika belum ada pembenahan serius pada sektor pendidikan. (net/c1/fik)

Tag
Share