Edwin Apriandi: From Nothing to Be Something

Calon Ketua PWI Lamsel,Edwin Apriandi--

LAMPUNGSELATAN — Tak semua orang memulai hidup dengan panggung yang terang. Sebagian justru lahir dari sudut-sudut sunyi, berjalan pelan, jatuh bangun, lalu tiba-tiba berdiri tegak di titik yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. 

Kisah Edwin Apriandi adalah salah satunya. Sebuah cerita tentang kerja keras, disiplin, pilihan hidup, dan kesetiaan pada profesi yang membentuk jiwanya. Jurnalisme.

Dua puluh satu tahun silam, sekitar 2004, seorang pemuda berwajah polos dengan darah Pandeglang, Banten, mengayuh langkahnya di Lampung Selatan. Bukan sebagai wartawan, apalagi pemimpin redaksi. Edwin Apriandi kala itu hanyalah seorang loper koran Surat Kabar Harian Radar Lampung Selatan—atau yang akrab disebut Radar Lamsel.

Pekerjaan yang sering luput dari sorotan, tapi justru menjadi gerbang pertama ia mengenal dunia pers. Dari tangan ke tangan, dari subuh hingga matahari naik, Edwin belajar satu hal yang sangat penting. Berita adalah amanah. Berita harus sampai ke pembaca dengan utuh.

Tak ada jalan pintas. Perlahan namun pasti, ia menapaki jalur jurnalistik dari bawah. Ketekunan dan sikap lugu berpadu dengan disiplin keras khas redaksi Radar Lamsel. Anak kedua dari lima bersaudara itu ditempa oleh ritme kerja yang menuntut konsistensi, kejujuran, dan keberanian.

BACA JUGA:SPKLU PLN di Lampung Jadi Andalan Pengguna EV Saat Nataru 2025/2026

Liputan ke pelosok Lampung Selatan menjadi makanan sehari-hari. Ia menunggangi sepeda motor tua, menantang terik matahari, bersahabat dengan hujan, dan menerima risiko di lapangan sebagai bagian dari profesi. Dari situlah naluri jurnalistiknya terasah—tajam, berani, dan bertanggung jawab.

Tulisan-tulisannya mencerminkan kepribadiannya. Lembut dalam tulisan, tetapi bergelora dalam substansi. Ia mengurai fakta helai demi helai, seolah tak rela satu detail pun terlewat dari mata pembaca. Namun jangan keliru menilai kelembutannya sebagai kelemahan.

Di ruang redaksi, Edwin Apriandi dikenal tegas. Nada suaranya bisa meninggi bak penyidik ketika mencurigai ada wartawan yang menulis tanpa turun ke lapangan.

“Orisinalitas berita dan konfirmasi langsung dengan narasumber itu harga mati bagi wartawan. Jangan jadi tukang copy paste,” tegasnya suatu kali.

Kerja keras itu berbuah. Edwin mendaki puncak prestisius dalam dunia pers. Menjadi Pemimpin Redaksi SKH Radar Lamsel. Sebuah posisi yang tak datang dengan mudah, tapi lahir dari belasan tahun pengabdian.

BACA JUGA:Liburan Nyaman Tanpa Ganti Kartu,Telkomsel Hadirkan Paket RoaMax Malaysia

Namun, justru ketika namanya berada di titik tertinggi, Edwin mengambil langkah yang membuat banyak orang terhenyak. Ia diberhentikan. Meninggalkan jabatan prestisius, meninggalkan hiruk-pikuk redaksi.

Masyarakat pers seketika penuh tanya. Dunia jurnalistik Lampung Selatan sejenak tergagap, lalu sunyi.

Tag
Share