Polri Selidiki Perusak Hutan Penyebab Banjir Sumatera
LAKUKAN PENYELIDIKAN: Temuan kayu gelondongan yang terseret arus banjir di Sumatera terus menjadi perhatian aparat. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap adanya dugaan kuat sebagian kayu tersebut merupakan hasil penebangan ilegal. FOTO BERITASA--
Dengan MoU yang sudah lama terjalin, Kemenhut dan Polri berkomitmen mempercepat pengungkapan.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno memastikan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) sudah bergerak menelusuri asal-usul gelondongan kayu yang muncul di lokasi banjir.
“Satgas PKH sudah berada di lapangan untuk menelusuri temuan kayu tersebut,” kata Pratikno di lokasi yang sama.
Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, juga menegaskan pihaknya akan memanggil Menhut pada 4 Desember 2025 untuk meminta penjelasan resmi terkait fenomena itu.
“Rapat kerja dengan Menhut sudah kami jadwalkan pada 4 Desember untuk membahas persoalan tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan kementeriannya akan memanggil perusahaan-perusahaan yang diduga memperburuk kondisi banjir dan longsor di Sumatera.
Hal ini ia ungkapkan saat rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada hari yang sama.
Hanif mengatakan pemanggilan tersebut direncanakan berlangsung pada Senin, 8 Desember 2025.
“Minggu depan kami mulai memanggil entitas yang kami indikasikan berkontribusi, berdasarkan kajian awal dari citra satelit,” tutur Hanif.
Ia menegaskan langkah hukum akan ditempuh terhadap perusahaan atau pihak yang diduga menyebabkan kerusakan lingkungan yang memicu bencana di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar).
Menurut Hanif, investigasi pemerintah juga mencakup peninjauan ulang seluruh izin lingkungan serta dokumen AMDAL atau UKL-UPL perusahaan di wilayah terdampak.
“Korban yang jatuh sudah banyak, sehingga tidak boleh ada dispensasi. Hukum harus kita tegakkan,” tegasnya.
Hanif menambahkan selain proses hukum, pemerintah akan melakukan penataan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), pemulihan ekosistem, dan integrasi kebijakan mitigasi iklim ke dalam penataan ruang di kawasan rawan bencana.
“Intinya, ada penegakan hukum, penyelarasan RTRW, pengendalian izin, rehabilitasi ekosistem, dan integrasi mitigasi iklim dalam penataan ruang,” kata Hanif.
Upaya penertiban ini mendapat dukungan dari data yang menunjukkan penyusutan signifikan tutupan hutan di wilayah Sumatera, termasuk Aceh, Sumut, dan Sumbar, dari tahun 1990 hingga 2024. (*)