RAHMAT MIRZANI

Secangkir Tertuai Takdir

ILUSTRASI PIXABAY-FREEPIK-ILUSTRASI PIXABAY-FREEPIK-

Puisi-Puisi Reizel Aulia Tanjung, SMPIT Permata Bunda Islamic Boarding School

 

di tepi kaki,

tertatih akrab tanah tak berujung

melebur harum,

sedalam laut biru,

 

saat garis benam, waktu lusa

sebongkah pendengar memuai,

pada kata tak berhimpun,

“setua alam resah, takdir tak pernah meleset.”

 

pada tuan, aku bercerita,

doa kian menyepi, tertelungkup,

di tepian air mata.

 

di amerta yang enggan henti,

kutata, derap hati menangis,

bergejolak pada ganasnya nasib.

 

pada penghujung muara, tersaji deras,

dusta alam laris,

orang berlagak suci,

gelap nurani.

tanpa kata, pongah berdiri.

 

 

 Kilat Lanskap

 lengkung bumi digapai,

corak bangsa dituai,

elok nan asri berbaur akrab,

gemericik alunan bahasa,

tertuai dalam aneka,

selalu berseri, alam indah pada khatulistiwa,

permai ragam bhineka,

tertegun akan lihai ciptaan-Nya.

 

harum basah hujan memancar,

tanda negeri memanglah subur,

derik ombak, pohon rindang, disinari matahari,

digelayut angin sepoi, burung pun singgah.

 

semarak hujan terbawa arus,

angin acuh dalam awang,

bentala di bentang luas,

flora bertumpuh pada tanah layu.

 

bebatuan licin,

tersusun dalam jajaran alam,

tertatih akan kehidupan semesta,

aku diam, tertegun,

sudah mati, sejak kemarin.

 

 Sajak Penanam Padi

 ternyata begini,

menjadi penanam padi,

kadang susah, kadang mudah, selalu ada timbalnya,

hama berceloteh,

agar padi tak jadi gabah,

bagaimanapun caranya,

semua itu harus mereka beli.

 

padi tak kunjung tumbuh,

dalang perusak,

tak tahu arti bebas.

 

mestinya selalu berdebu,

serentetan tubuh tanpa hati,

bagai manis kopi, ternyata pahit.

 

padiku, kapan kau menjulang?

kau selalu terhalang,

 

laknat tuhan beruntun,

untuk mereka yang menghambat,

lalu kita bersorak-sorai,

kepada padi yang telah pulih.

 

 Alam Pedih

 dunia lembut tak terhingga,

sengketa menjadi maut,

hingga asri hanyalah duka,

tanah meringis,

batu berserak,

manusia tamak,

terusir pergi,

 

khianat alam, retak berai,

puncak kumuh,

tak lagi peduli sekeliling,

diam saja,

 

dalam duka yang agung,

tanah lara,

alam redup,

tanpa perusak, maka ia hidup.

 

 Ini tentang Sejarah

 api melenyap pedih,

Impian ditumbangkan hari itu,

resah memancar,

bertabur muslihat,

bungkam, kepalsuan mengakar,

melekat, mengabadi,

tawanan menjerit,

gelap, suram, gusar membaur,

berpadu dalam jiwa yang kudus,

namun melayang bersama impian,

 

pada ruh aku bertanya,

mengapa kebenaran dikhianati?

 

adil tak kunjung maju, terpaksa dimakamkan.

derit melebur aksa,

menyayangkan sang penguasa,

angan-angan negeri tak kunjung jaya,

hancur dengan impian nan terkubur,

bersama isak tangis, jatuh pada kelam,

bangsaku,

kapan kau pulih? 

Tag
Share