Amerta dan Bentala
Hasnawati Nasution
Widyabasa Ahli Muda, Kantor Bahasa Provinsi Lampung
Rubrik “Sastra Milik Siswa” kali ini menampilkan puisi karya Reizel Aulia Tanjung, siswa SMP IT Permata Bunda. Reizel mengirimkan lima puisi terbaiknya, antara lain puisi tentang takdir, keindahan alam, kerusakan alam, dan satu puisi yang diberi judul “Ini tentang Sejarah”. Jika kita membaca puisi Reizel terlihat jelas bahwa dia cukup piawai memilih kata-kata yang bermakna dalam puisinya. Memilih kata yang puitis dan gaya bahasa yang tepat merupakan satu hal yang sangat penting dalam menulis puisi. Pemilihan kata yang tepat dilakukan penyair untuk menimbulkan imajinasi estetis dalam memaknai puisinya.
Reizel menggunakan kosakata klasik untuk mengungkapkan ide dan menciptakan kepuitisan dalam puisinya. Pada puisinya ditemukan kata amerta, bentala, dan aksa. Kata-kata tersebut bukanlah kata yang biasa digunakan dalam percakapan dan tulisan. Dalam KBBI, kedua kata tersebut diawali dengan singkatan kl yang merupakan singkatan dari klasik. Kata amerta bermakna ‘abadi’ atau ‘tidak dapat mati’, bentala adalah ‘bumi’, dan aksa bermakna ‘jauh’. Meskipun banyak kata yang bersinonim dengan kata tersebut, Reizel cenderung memilih kosakata klasik untuk mendapatkan kesan khusus pada puisinya.
Selain kata, ada frasa indah yang digunakan Reizel sebagai metafor, seperti garis benam yang bermakna ‘senja’, lengkung bumi yang bermakna ‘alam yang indah’, alam redup yang bermakna ‘kesedihan’, dan corak bangsa yang bermakna ‘berbagai suku yang hidup dalam satu bangsa, bangsa Indonesia’. Kata-kata tersebut digunakan Reizel untuk menunjukkan bahwa dia berusaha mendapatkan kata yang tepat untuk mengungkapkan idenya. Namun, ada beberapa frasa yang terlihat tidak selaras maknanya, seperti sebongkah pendengar dan derik ombak. Kata sebongkah bermakna ‘gumpalan’, sedangkan pendengar bisa jadi bermakna ‘alat mendengar atau telinga’ sehingga dua kata tersebut tidak selaras bila disandingkan. Selanjutnya, kata derik bermakna ‘bunyi saat papan-papan bergesekan’. Bunyi derik identik dengan bunyi yang pelan dan tidak keras. Oleh karena itu, terasa tidak selaras maknanya jika kata tersebut digabung dengak kata ombak karena bunyi ombak itu keras atau kuat. Pilihan kata yang selaras adalah deru ombak.
Di samping pemilihan kata, penggunaan gaya bahasa, seperti majas, juga memberikan kesan estetik pada puisi. Pada puisi “Secangkir Tertuai Takdir”, kata amerta digunakan pada kalimat di amerta yang enggan henti. Jika ditelaah, kalimat tersebut bermakna pada kekekalan yang sifat kekal tersebut memang tidak ada akhirnya. Jika diperhatikan kalimat pada bait puisi tersebut yakni di amerta yang enggan henti, kutata, derap hati menangis,/ bergejolak pada ganasnya nasib memiliki makna bahwa si penyair berada dalam penderitaan yang sangat lama hingga dia menyebut istilah amerta untuk penderitaan itu. Dia berusaha menata hati agar dapat menghadapi penderitaan yang mungkin telah ditakdirkan menjadi nasibnya.
Jika diperhatikan Reizel menggunakan gaya bahasa metafora. Kata amerta digunakan sebagai metafor pada sebuah penderitaan panjang dan sangat lama sehingga dia menganggap akan menderita selamanya. Selain itu, Reizel juga menggunakan gaya bahasa personifikasi yakni pada frasa hati menangis.
Selanjutnya, ada juga kata bentala yang bermakna ’bumi atau tanah’. Kata tersebut terdapat pada kalimat bentala di bentang luas. Kalimat ini dapat dimaknai bumi yang terbentang luas. Selanjutnya, kalimat flora bertumpuh pada tanah layu. Pada kalimat ini Reizel juga menggunakan metafor tanah layu untuk menyatakan bahwa tanah tempat tumbuhan hidup dan berkembang telah rusak. Pada akhir puisi “Kilat Lanskap”, Reizel menuliskan aku diam, tertegun, sudah mati, sejak kemarin sebagai ungkapan bahwa dia tertegun karena tiba-tiba menyadari bahwa alam telah rusak.
Sungguh, gambaran yang indah telah dituangkan oleh Reizel dalam puisinya. Kepiawaiannya memilih kata dan metafora menjadikan puisi tesebut memiliki makna yang dalam. Secara umum, puisi karya Azriel menceritakan kesedihan. Pada puisi “Secangkir Tertuai Takdir” terdapat kalimat tertatih akrab tanah tak berujung yang menggambarkan sebuah kesedihan dan penderitaan yang tidak terlihat penyelesaiannya seakan-akan penderitaan itu tidak ada akhirnya sehingga penulis menggunakan metafor tanah tak berujung. Selain itu, puisi “Kilat Lanskap” diawali dengan perasaan kagum akan alam semesta, tetapi diakhiri dengan kesedihan karena alam telah rusak. Kalimat penutup puisi ini menunjukkan bahwa kekaguman akan indahnya alam berakhir dengan kesedihan karena alam telah rusak tanpa disadari entah kapan kerusakan itu dimulai.
Puisi “Sajak Penanam Padi” juga mengungkapkan kekesalan karena hama merusak padi. Namun, bisa jadi padi pada puisi ini bukanlah padi pada makna sesungguhnya. Bisa jadi padi merupakan sebuah metafor. Kalimat penutup lalu kita bersorak-sorai, kepada padi yang telah pulih memperlihatkan kepada pembaca bahwa padi yang dimaksud pada puisi ini bukanlah padi dalam makna sesungguhnya. Puisi “Alam Pedih” dan “Ini tentang Sejarah” juga mengungkapkan kesedihan dan ketidakpuasan penulis terhadap orang-orang di sekitarnya dan penguasa negeri yang tidak mampu menciptakan kemakmuran bagi rakyatnya.
Menghasilkan karya dengan kosakata yang unik dan menarik tentu membutuhkan keterampilan yang diasah terus-menerus. Reizel telah membuktikannya dengan karya yang memberi pesan mendalam melalui penggunaan metafora. Meski telah memperlihatkan hasil yang baik, teruslah berlatih dan berkarya. Salam.
PENGIRIMAN KARYA
Siswa SMP/MTS dan SMA/SMK/MA dapat mengirimkan karya melalui posel [email protected] dengan melampirkan biodata singkat (nama, asal sekolah, kelas, nomor telepon (WA), alamat posel, dan nomor rekening bank aktif). Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Layanan Terpadu Kantor Bahasa Provinsi Lampung (WA: 085171020192).