Wali Kota Ancam Tutup Perusahaan Batu Bara
KORBAN DEBU BATU BARA: Puluhan warga Kelurahan Waylunik dan Sukaraja, Kecamatan Bumiwaras, Bandarlampung, berunjuk rasa, Jumat (22/12).-FOTO MELIDA ROHLITA/RADAR LAMPUNG-
BANDARLAMPUNG – Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana mengancam menutup perusahaan batu bara yang melakukan pencemaran udara dan membuat kesehatan masyarakat terganggu di wilayah Kecamatan Bumiwaras. Hal itu menidaklanjuti banyaknya keluhan warga terhadap debu batu bara yang terus mengganggu aktivitas warga, memendekkan jarak pandang, hingga menimbulkan gangguan kesehatan.
’’Kami, pemerintah daerah, sudah tahu terkait debu batu bara yang dikeluhkan masyarakat. Maka kami berikan waktu tiga hari untuk menyelesaikannya,” tegas Eva, Jumat (22/12).
BACA JUGA:Hati-Hati, Masih Banyak Perlintasan Kereta Api di Lampung yang Tak Dijaga
Menurutnya, perusahaan batu bara memang seharusnya tidak berada tepat di perkotaan. ’’Kalau dalam waktu tiga hari debu batu bara itu masih ada, belum diatasi, mohon maaf kami tutup. Karena, perusahaan batu bara memang tidak seharusnya ada di tengah-tengah kota. Seharusnya itu di pinggir kota,” tandasnya.
Adapun terkait warga yang terganggu kesehatannya, pihaknya langsung turun dan menanganinya dengan memberikan obat untuk masalah yang dikeluhkan masyarakat. ’’Bunda (sapaan akrab dirinya) juga sudah mendapat banyak laporan warga terkena dampak. Seperti sesak napas dan batuk. Tetapi, kita segera berikan obat untuk mereka semua,” ujarnya.
BACA JUGA:Debat Cawapres, KPU Siapkan 18 Pertanyaan
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandarlampung Budiman sendiri menyebut pihaknya terus memantau dan mengawal imbauan wali kota tersebut agar diterapkan. ’’Ke depan, kami tegur dengan langkah-langkah selanjutnya,” singkatnya.
Sementara, tidak lama berselang dari Wali Kota Eva Dwiana mengeluarkan pernyataannya, sekelompok warga di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumiwaras, Bandarlampung, melakukan aksi menolak stockpile batu bara. Itu karena masyarakat sekitar sering merasakan batuk di tenggorokan, sesak napas, bahkan ibu-ibu di rumah dalam sehari bisa menyapu dan mengepel 3 hingga 4 kali.
BACA JUGA:Pacu Pertumbuhan Ekonomi, Wilayah Pedesaan Butuh Ekosistem Inklusi Keuangan
’’Belum lagi yang lebih kami takutkan buat anak-anak terjangkit infeksi saluran pernapasan akut,” ujar Guntoro, salah seorang warga yang ikut dalam unjuk rasa tersebut, Jumat (22/12).
Menurutnya itu terjadi di Kelurahan Waylunik mulai RT 01, RT 02, RT 04, RT 05, dan RT 06. Stockpile itu ada di RT 04, pinggir laut. ’’Tetapi namanya angin berembus dari laut bisa menyebar ke mana-mana. Padahal, kami sejak awal tidak setuju adanya stockpile. Tetapi kenapa bisa perizinan itu keluar, dan soal perizinan masih simpang siur juga ini,” ungkapnya seraya berharap Pemerintah Kota Bandarlampung benar-benar serius dalam menangani keluhan masyarakat.
BACA JUGA:Masa Jabatan Arinal hingga Juni 2024
Diketahui, perusahaan stockpile batubara yang dikeluhkan warga Kelurahan Sukaraja dan Way Lunik, Bandarlampung, itu ada dua. Yaitu PT SME dan PT GML yang lokasi keduanya bersebelahan.
Sementara, Direktur PT SME William Budiono mengklaim pihaknya sudah berusaha mengoptimalkan upaya pengurangan debu akibat aktivitas stockpile batubara. Namun diakuinya, upaya tersebut belum bisa menghilangkan debu batubaranya.