Ibu di Bima Tuntut Keadilan, Tangan Anaknya Diamputasi Diduga Akibat Kelalaian Medis

Balita di Bima harus diamputasi tangan kanannya diduga akibat kelalaian medis. Keluarga menuntut keadilan. -FOTO DISWAY -
BIMA – Seorang ibu di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menuntut keadilan atas dugaan kelalaian medis yang menyebabkan tangan anaknya harus diamputasi. Ia mendesak agar dokter dan perawat di puskesmas setempat diperiksa.
Peristiwa tersebut bermula pada April 2025, saat sang anak dirawat dan diinfus di salah satu puskesmas di Bima. Sang ibu mengaku sejak awal merasa curiga karena tangan anaknya tidak bisa digerakkan.
“Kata perawat saya terlalu overthinking. Saya protes, kenapa tangan anak saya nggak bergerak. Tapi mereka bilang cuma peradangan,” ujar sang ibu dalam sebuah video yang viral di media sosial.
Dalam video itu, ia juga berteriak meminta agar dokter dan perawat yang menangani anaknya segera diperiksa.
Kasus ini kemudian menyita perhatian publik setelah bocah berusia 1,6 tahun bernama Arumi Aghnia Azkayra harus menjalani amputasi tangan kanan akibat infeksi parah. Infeksi tersebut diduga terjadi akibat penanganan awal yang kurang tepat saat perawatan di Puskesmas Bolo, Kabupaten Bima.
Dinas Kesehatan (Dinkes) NTB menyatakan pihaknya terus memantau perkembangan kasus ini. Pertemuan antara keluarga Arumi dengan perwakilan Puskesmas Bolo, Puskesmas Sondosia, RSUD Bima, serta Dinkes Kabupaten Bima telah dilakukan untuk membahas langkah-langkah penanganan lanjutan.
“Dokter menyarankan amputasi karena infeksi sudah parah, berdasarkan hasil laboratorium dan observasi medis,” kata ayah Arumi, Andika.
Saat ini, keluarga masih menanti kejelasan proses hukum sembari terus berupaya memulihkan kondisi Arumi secara medis maupun psikologis.
Sebelumnya juga Pasien anak korban dugaan malpraktik RS Kartika Husada, Jatiasih, Kota Bekasi meninggal dunia, Senin 3 September 2023.
Pasien anak berinisial BA (7) yang mengalami mati batang otak usai operasi amandel itu meninggal dunia saat menjalani perawatan selama 13 hari di ruang ICU RS Kartika Husada Jatiasih, Kota Bekasi.
Ayah pasien anak, Albert Francis menjelaskan, sebelum dinyatakan meninggal dunia, anaknya sempat mengalami henti jantung.
Seketika, dokter dan perawat yang bertugas melakukan tindakan namun nyawa anaknya tetap tidak dapat tertolong.
“Anak kami sudah tidak ada lagi di dunia ini, sudah berpulang ya.Tadi jam 18 sempat henti jantung yang selama ini koma sekitar 13 hari di RS ini. Tadi jam 18 dicoba untuk memacu jantungnya untuk kembali tidak bisa dan 18:45 dinyatakan pihak rumah sakit Alvaro sudah berpulang ke pencipta,” kata Albert.
Kini, Albert melanjutkan, pihak keluarga akan membawa jenazah anaknya ke Rumah Duka Rumah Sakit Elisabeth untuk didoakan.
Setelah itu, pihak keluarga baru akan menyiapkan pemakaman untuk BA.
“Setelah ini tadi kami berembuk dengan keluarga, kami akan membawanya ke rumah duka, sekarang sepertinya sedang diurus oleh rumah sakit ini. Karena tadi saya menyampaikan, kiranya segala sesuatu mengenai pemakamannya anak kami A di selesaikan oleh pihak rumah sakit ini. Rencananya akan dibawa ke rumah duka Elisabeth di Kemang Pratama,” jelasnya.
Rencananya, pihak keluarga akan memakamkan jenazah A di TPU Padurenan pada Rabu 4 Oktober 2023 mendatang.
“Karena ini masih anak-anak, paling satu dua hari ini kita kebumikan,” jelasnya.
Sebelumnya, Albert Francis datang ke RS Kartika Husada pada 7 September 2023, sebagai rujukan dari puskesmas untuk dilakukan tindakan operasi amandel.
“Tanggal 7 kami bertemu dokter THT. Langsung dicek, anak saya anak pertama amandel yang kedua juga sama. Tapi awal dicek anak saya ada keluhan juga di telinga anak kedua dan sering batuk pilek juga nggak sembuh-sembuh ternyata amandelnya,” ungkap Albert sapaan akrabnya kepada awak media, Rabu 27 September 2023.
Kemudian, sambung Albert, dilakukanlah perawatan. Lalu pada tanggal 14 September dirinya bersama BA kembali lagi ke RS Kartika Husada Jatiasih.
Dan akan dilakukan tindakan atau operasi pada tanggal 19 September 2023. Namun, setelah dioperasi BA tidak sadarkan diri.
Saat itu, baik dokter maupun pihak RS kata Albert, tidak menjelaskan detail terkait kondisi anak keduanya pasca operasi. Bahkan rekam medik pun tidak diberikan.
Albert baru diberitahu 2 hari setelah itu, bahwa anaknya mengalami batang otak mati dan harus di ruang ICU.
“Saya sempat bertanya ke pihak dokter penanggung jawab dan tidak dijelaskan secara detail. Kita minta rekam medik sebagai hak kita juga tidak diberi. Sampai dua hari setelah operasi anak saya tidak sadar barulah diberitahu,” ucapnya.
“Kita kecewa dengan management yang tidak memberi penjelasan. Kita minta rujukannya pun tidak diberikan. Kita minta rujukan ingin mencari second opinion dari RS lain,” keluhnya.
Menginjak hari ke 8, Albert mengaku, sudah 4 kali melakukan pertemuan dengan pihak rumah sakit. Saat meminta rekam medik pihak rumah sakit beralasan harus rapat management lebih dahulu.
RS Kartika Husada Jatiasih sendiri telah memberikan klarifikasi terkait dugaan malpraktik pasien anak BA.
Dalam konferensi pers, Senin 2 Oktober 2023, RS Kartika Husada Jatiasih mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan tindakan sesuai prosedur.
Namun karena risiko pembiusan masa pemulihan tindakan operasi membuat pasien anak BA henti nafas.
“Kami melakukan tindakan pertolongan pertama sampai akhirnya bernafas normal dan selanjutnya di ruang intensif,” demikian bunyi keterangan RS Kartika Husada Jatiasih.
Menurut RS Kartika Husada Jatiasih, pihaknya telah melakukan upaya terbaik untuk pasien anak BA.
“Selama di ruang intensive, tim dokter sudah berupaya memberikan tatalaksana secara intensif dengan obat-obatan dan medis bantu nafas, namun perkembangan kondisi pasien tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,” tulisnya. (disway/c1/abd)