Pakar Hukum Pidana Soroti Kematian Mahasiswa Unila, Penyidik Diminta Usut Tuntas

Pakar hukum pidana Prof. Bambang Hartono meminta Polda Lampung melakukan penyelidikan mendalam terkait kematian Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Unila. -FOTO IST-
BANDARLAMPUNG – Pakar hukum pidana Prof. Bambang Hartono menyoroti kematian Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Universitas Lampung (Unila). Prof. Bambang meminta Polda Lampung melakukan pemeriksaan mendalam mengenai peristiwa tersebut, termasuk melibatkan ahli forensik kedokteran.
Bambang menyatakan peristiwa kematian Pratama Wijaya terjadi setelah kegiatan Pendidikan Dasar (diksar) Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) dan tengah menjadi sorotan publik.
“Saat ini, penyidik Polda Lampung tengah melakukan proses penyelidikan. Dalam hal ini, penting untuk melibatkan ahli forensik demi mencari kepastian penyebab kematian — apakah disebabkan penyakit atau tindak penganiayaan,” ujar Bambang.
BACA JUGA:Dana Rp1,5 Miliar Digelontorkan untuk Perbaikan Graha Mandala Alam Jelang Bandar Lampung Expo 2025
Selain itu, penyidik juga harus meminta keterangan dokter yang merawat Pratama Wijaya Kusuma dan meminta pendapat ahli pidana mengenai perbuatan tersebut, apakah memenuhi unsur tindak pidana atau tidak.
Bambang juga menyarankan kepolisian untuk meminta keterangan mengenai legalitas kegiatan diksar tersebut, yaitu apakah disetujui oleh dekan atau wakil rektor.
Pratama Wijaya Kusuma, yang merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, diberitakan sakit dan kemudian meninggal, diduga akibat penganiayaan oleh senior saat diksar mapala pada November 2024. Pratama mengembuskan napas terakhirnya pada 28 April 2025, lima bulan setelah kegiatan diksar.
Kasus kematian Pratama Wijaya Kusuma baru terungkap dan menjadi perbincangan luas di masyarakat setelah Aliansi Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila melakukan unjuk rasa di Rektorat Unila pada Rabu, 28 Mei 2025.
Sebelumnya, Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa FEB Unila, dilaporkan meninggal dunia pada 28 April 2025.
Sang ibu, Wirna Wani (40), telah melaporkan dugaan kekerasan yang dialami anaknya ke Polda Lampung dengan Nomor: LP/B/384/VI/2025/SPKT/POLDA LAMPUNG pada Selasa (3/6).
Wirna mengungkapkan bahwa Pratama sempat pingsan sepulang dari Diksar dan ditemukan sejumlah luka di tangan.
Dia juga menyampaikan pengakuan anaknya bahwa sempat ditendang, diinjak-injak, hingga kuku jari kakinya copot. Pratama bahkan menolak dibawa ke rumah sakit karena takut dan mengaku diancam bunuh.
Pada Maret 2025, Pratama sempat dirawat di RS Bintang Amin selama enam hari karena mengalami kejang otot, mual, dan pincang. Dokter spesialis saraf menemukan adanya gangguan pada otak.
Selanjutnya, ia menjalani operasi di RSUD Abdul Moeloek setelah ditemukan gumpalan darah dan cairan di otaknya.