RAHMAT MIRZANI

Tentang Cinta Anak Sekolah: Cerita yang “Stereotipe”

Oleh Isbedy Stiawan Z.S. -  Sastrawan

Berbicara soal cinta di SMA, orang-orang sering kali menyebutnya sangat indah. Sejumlah lagu, puisi, atau roman telah ditulis untuk mengangkat kisah cinta di SMA.  Tak hanya menyentuh, tapi semua juga menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Masih ingatkah dengan film "Gita Cinta dari SMA" yang diperankan Rano Karno dan Yessy Gusman, yang diperbarui pada 2023 dan dimainkan Yesaya Abraham sebagai Galih Rakasiwi dan Prilly Latuconsina sebagai Ratna Suminar? Lalu, ingatkah juga dengan sejumlah lagu bertema cinta di SMA yang salah satunya ditulis Melly Goeslaw? Begitu pula "Ada Apa dengan Cinta?", roman yang mengisahkan percintaan di dalam sekolah. Beberapa judul itu hanyalah contoh dari banyaknya cerita cinta di SMA: cinta monyet kata orang tua, yaitu cinta yang pelakunya masih malu-malu.

Cerita cinta di SMA dengan sikap pelakunya yang malu-malu ini juga dibuat oleh salah satu pelajar yang karyanya akan dibahas dalam tulisan ini. Kisah yang akan kita bahas adalah cerita pendek (cerpen) "Dia Milikmu Bukan Milikku" karya Linda Candra Pritia, pelajar SMAN 1 Labuhan Ratu, Lampung Timur (kelas XI IPA 2).

Kisah cinta anak SMA yang ditulis oleh penulis mula/remaja kerap dianggap sebagai cerita stereotipe alias klasik. Salah satu alasan munculnya anggapan tersebut adalah karena sebagian besar tulisan penulis remaja menceritakan tentang cinta yang tak sampai atau cinta yang terpendam alias mau tapi malu. Padahal, masih ada banyak cerita dari cinta anak SMA yang bisa digali dan dieksplorasi lagi sehingga cerita yang disajikan bukan hanya menarik, tetapi juga mendalam serta mengandung pesan baik yang bukan sekadar hiburan. 

Kita bisa simak bagaimana percintaan antara Minke dengan gadis keturunan Belanda di dalam novel Bumi Manusia. Novel itu telah difilmkan walaupun reaksi masyarakat terhadap film tersebut tak seheboh novelnya. Selain itu, kita juga bisa, melihat bagaimana Deddy D. Iskandar menulis cerpen-cerpen remaja SMA yang kemudian alih wahana menjadi film layar lebar. Ada juga Ashadi Siregar yang menulis novel Cintaku di Kampus Biru lalu difilmkan. Karya-karya tersebut juga berisi kisah percintaan remaja (anak SMA dan mahasiswa), tetapi memiliki karakteristik dan pesan yang kuat. Hal itu membuat cerita dapat dikenang lama oleh pembaca dan penontonnya. 

Cerita-cerita yang memberi dampak mendalam itu berbeda dengan para penulis pemula kiwari atau penulis saat ini. Penulis saat ini sering kali berfokus pada hubungan asmara yang malu-malu saja. Perbedaan ini mungkin terjadi karena mereka terbiasa "dicekoki" oleh drama Korea (drakor) atau roman-roman kejar tayang yang penggarapannya seakan stereotipe atau itu ke itu saja. Kisah-kisah semacam itu memiliki alur dan akhir yang mudah ditebak.

Cerpen "Dia Milikmu Bukan Milikku" yang dibahas dalam ulasan kali ini berkisah tentang tokoh Viona yang diam-diam (lebih persisnya malu-malu) menyukai Theo, pria satu sekolahnya. Viona hanya berani memandangnya dari jauh setiap hari di sekolah, terutama kala berada di kantin. Hanya dengan bisa melihat orang yang disukai, Viona merasa bahagia. Baginya, itu sudah cukup sebagai keriangan yang sesaat seperti seseorang ketika berjumpa dengan idolanya. Begitulah Viona. Kasihan sekali nasibnya.

Lalu, konflik muncul ketika pada pertengahan cerita, ternyata kawannya sendiri, yaitu Sara, sesungguhnya adalah yang memiliki Theo. Artinya, Theo telah menjadi kekasih Sara tanpa diketahui oleh Viona. Bahkan, telah setahun Viona menceritakan perasaannya itu kepada Sara. Namun, Sara baru mengungkapkannya. Menyedihkan? Boleh jadi.

Viona tak ingin bersaing, apalagi merebut Theo dari hati temannya. Viona, seperti diakuinya, adalah tipe manusia yang mengutamakan akal sehat daripada hati. Ia pun mengalah dalam kisah cinta segitiga ini. Dibunuhnya cinta itu sedalam-dalamnya, lalu ia mengikrarkan diri dengan mengatakan, "Dia milikmu, bukan milikku." Nestapa? Bisa jadi.

Dalam cerita pendek yang bisa dinikmati sekali duduk ini, tidak ada kejutan dan tak ada konflik yang berarti. Cerita ini mengalir sesuai rencana dalam pikiran pengarang dan harapan pembaca pada umumnya. Cerita pendek ini seperti malu-malu melakukan pemberontakan yang lebih dahsyat, lebih liar, dan tindakan lain yang sejenis itu.

Cerpen adalah fiksi. Sebagai bagian dari karya sastra, cerpen lahir dari apa yang dibayangkan dan dipikirkan oleh penulisnya. Oleh sebab itu, pengarang yang mempunyai keberanian keluar dari stereotipe akan menghasilkan karya yang lain dari kelaziman yang sudah ada. Hal ini akan memberikan keunikan dan dampak tersendiri bagi pembacanya.

Sebagai contoh, dalam realitas kehidupan sehari-hari anak SMA, mereka kerap memamerkan keberanian ketika sudah saling menyukai. Sering kali kita melihat mereka menunjukkan kedekatan mereka dengan berjalan bersisian di halaman sekolah, berboncengan motor di jalan raya, makan berdua di kantin, dan hal lainnya. Meskipun fenomena ini bukanlah contoh yang patut untuk ditiru, tetapi hal itu memperlihatkan bahwa cinta monyet atau cinta malu-malu hanyalah masa lalu.

Sekian akhir dari ulasan cerpen karya Linda Candra Pritia, "Dia Milikmu Bukan Milikku". Dalam ulasan ini, saya menyoroti pengisahan, cerita, dan cara merebut tema. Semoga Linda dapat mengeksplorasi cara menulis cerpen dengan lebih jauh lagi. Tetaplah berlatih dan berkarya. Salam.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan