Didukung Subsidi, Semakin Banyak Perempuan Jepang Bekukan Sel Telur

Ilustrasi egg freezing.-Foto Tangkap Layar -

RADAR LAMPUNG - Tren pembekuan sel telur (egg freezing) kian populer di kalangan perempuan Jepang. Alasan utamanya adalah keinginan untuk menunda kehamilan, ditambah dengan meningkatnya dukungan finansial dari perusahaan dan pemerintah daerah.

Teknologi ini memungkinkan perempuan menyimpan sel telur mereka di usia muda, demi menjaga kualitas dan peluang kehamilan yang lebih tinggi di masa depan. Kini, prosedur ini tak hanya digunakan karena alasan medis, tapi juga menjadi bagian dari perencanaan hidup bagi mereka yang belum siap memiliki anak.

Proses pembekuan dilakukan dengan mengambil sel telur dari ovarium, lalu menyimpannya di fasilitas medis khusus. Awalnya, prosedur ini ditujukan bagi pasien kanker yang kesuburannya terancam oleh pengobatan. Namun belakangan, semakin banyak perempuan sehat memilih opsi ini sebagai langkah antisipatif.

Biaya dan Dukungan Perusahaan

Biaya pembekuan sel telur di Jepang berkisar antara ¥500.000 hingga ¥600.000 (sekitar Rp53 juta–Rp64 juta), tergantung jumlah sel telur yang diambil. Selain itu, ada biaya penyimpanan tahunan sebesar ¥50.000 hingga ¥100.000 (sekitar Rp5 juta–Rp10 juta). Saat ingin hamil, sel telur dicairkan dan dibuahi melalui proses bayi tabung (IVF), kemudian ditanamkan ke dalam rahim.

Seorang karyawati berusia 30 tahun mengaku lega telah membekukan sel telurnya, usai sembuh dari penyakit serius. Ia memanfaatkan subsidi dari perusahaan tempatnya bekerja, yang menanggung biaya awal hingga ¥400.000. “Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi, jadi saya ingin menyimpan sel telur yang sehat selagi bisa,” ujarnya, dikutip dari Japan Times, Sabtu (19/4/2025).

Perusahaan perdagangan besar, Itochu, bahkan meluncurkan program subsidi bagi karyawan yang bertugas di luar negeri. Langkah ini diambil berdasarkan masukan dari pegawai agar mereka dapat menjalani penugasan dengan tenang. “Saya memang sudah berniat membekukan sel telur, jadi bantuan ini sangat berarti,” ujar salah satu peserta program.

Dukungan Pemerintah dan Peringatan Ahli

Pemerintah Jepang pun mulai memberi dukungan nyata. Sejak tahun fiskal 2023, Pemerintah Metropolitan Tokyo telah menyediakan subsidi pembekuan sel telur. Karena tingginya minat, Tokyo berencana menggandakan anggaran menjadi ¥1 miliar (sekitar Rp107 miliar) pada 2025. Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, yang menjadi penggagas program ini, mengatakan, “Andai saja pilihan ini tersedia saat saya masih muda.”

Beberapa daerah lain seperti Prefektur Yamanashi, Kota Ikeda di Prefektur Osaka, serta Minato Ward dan Kota Kashiwa juga akan meluncurkan program serupa tahun ini.

Namun di balik manfaatnya, pembekuan sel telur tetap mengandung risiko dan beban fisik. Prosedur ini tidak menjamin keberhasilan kehamilan, dan hamil di usia lanjut tetap memiliki risiko komplikasi yang lebih tinggi. Karena itu, meskipun tidak melarang, Asosiasi Obstetri dan Ginekologi Jepang tidak sepenuhnya merekomendasikan prosedur ini untuk perempuan sehat.

Profesor Yukiko Katagiri dari Universitas Toho mengingatkan, “Ada banyak cara untuk menjadi ibu. Pembekuan sel telur hanyalah salah satu pilihan. Saya harap perempuan mempertimbangkan dengan matang apakah mereka benar-benar membutuhkannya, setelah memahami segala kelebihan dan kekurangannya.” (*)

 

Tag
Share