Biopellet Kayu Gamal dan Kulit Kopi Sumber Energi Terbarukan

Dosen Program Studi Rekayasa Kehutanan Itera Rio Ardiansyah Murda, S.Hut., M.Si.--FOTO HUMAS ITERA
BANDARLAMPUNG - Dosen Program Studi Rekayasa Kehutanan Institut Teknologi Sumatera (Itera) Rio Ardiansyah Murda, S.Hut., M.Si. bersama tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Universitas Lampung (Unila) mengembangkan inovasi biopellet berbahan dasar kayu gamal dan kulit kopi robusta sebagai sumber energi terbarukan.
Biopellet merupakan bahan bakar padat berbentuk pelet yang terbuat dari limbah biomassa dan tengah menjadi alternatif energi dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Dalam penelitian ini, tim menggabungkan kayu gamal (gliricidia sepium), tanaman cepat tumbuh yang banyak ditemukan di kawasan Tahura Wan Abdul Rachman, Lampung, dengan kulit kopi robusta yang merupakan limbah pertanian melimpah di wilayah tersebut.
Rio menjelaskan, pemanfaatan kayu gamal sebagai bahan baku tunggal memiliki kekurangan karena kadar zat mudah menguap (volatile matter) yang tinggi, sehingga pembakaran berlangsung terlalu cepat dan kurang efisien.
’’Sementara kulit kopi memiliki kandungan nitrogen tinggi yang dapat membantu mengikat zat aromatik dalam biomassa dan menekan sifat mudah menguap tersebut. Dengan menggabungkan kayu gamal dan kulit kopi, kami mencoba menciptakan formula biopellet yang lebih stabil secara termal serta efisien secara energi,” ujar Rio.
Rio menyatakan, pembuatan biopellet dilakukan menggunakan mesin tekan hidrolik. ’’Lalu diuji berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 8021:2014) dan standar Eropa (EN 14961-2). Hasil pengujian menunjukkan bahwa komposisi 75% kayu gamal dan 25% kulit kopi memberikan hasil paling optimal dengan kadar air sekitar 8%, nilai kalor lebih dari 4.100 kal/gram, serta kepadatan dan karbon tetap yang meningkat. Meski demikian, kadar abu masih tergolong tinggi akibat tingginya kandungan mineral dalam kulit kopi. Tapui, biopellet ini berpotensi besar sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. Terutama untuk skala rumah tangga, UMKM, dan pembangkit listrik biomassa lokal,” ungkapnya.
Guna meningkatkan kualitas biopellet terutama dalam menurunkan kadar abu dan meningkatkan nilai kalor, Rio menyarankan perlakuan lanjutan seperti torefaksi atau pirolisis. "Kami berharap inovasi ini dapat menjadi solusi energi terbarukan berkelanjutan. Sekaligus membuka peluang pemanfaatan limbah pertanian dan kehutanan yang selama ini belum dimaksimalkan," tegasnya. (rls/gie/c1)