Pemprov Lampung Siapkan Dua Alternatif Lokasi Sekolah Rakyat

TINDAK LANJUTI PERMINTAAN KEMENSOS: Kepala Dinas Sosial Lampung Aswarodi menyebut pemprov akan mengusulkan dua lokasi untuk sekolah rakyat, Senin (17/3).-FOTO PRIMA I.P./RLMG -
// Pengamat Nilai Kini Tidak Urgen
BANDARLAMPUNG - Kepala Dinas Sosial (Dissos) Lampung Aswarodi menyampaikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung akan mengusulkan dua lokasi sebagai alternatif untuk sekolah rakyat. Ini menindaklanjuti permintaan Kemensos RI untuk mendukung program pemerintah pusat tersebut.
Kemensos, terang Aswarodi, meminta pemprov dan pemerintah kabupaten/kota mengusulkan lokasi sekolah rakyat dengan syarat luas tanah minimal 5 sampai 10 hektare. “Diutamakan yang sudah ada bangunannya,” ujar Aswarodi saat ditemui di lobi kantor Gubernur Lampung, Senin (17/3).
Menurutnya jika di lokasi yang diusulkan sudah terdapat bangunan, sekolah rakyat gratis tersebut akan dilaksanakan pada tahun 2025 ini juga. Sementara jika lokasinya masih berupa lahan, maka pembangunannya akan dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan operasionalnya dilakukan pada tahun depan.
Lebih lanjut, Aswarodi menyebut kedua lokasi yang akan diusulkan Pemprov Lampung yaitu SMA Unggul Terpadu di Sulusuban, Kabupaten Lampung Tengah, dan UPTD Mardi Guna di Lempasing, Pesawaran. “Ada dua opsi yang akan kita usulkan dan akan kita tinjau,” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Aswarodi juga mengungkapkan jika pihaknya bersama Kemensos akan terlebih dahulu melakukan survei guna memastikan lokasi yang paling memungkinkan. “Lampung ini jadi percontohan yang didatangi oleh kementerian. Pak Menteri rencananya hadir untuk mengecek langsung tanggal 20 Maret ini,” ungkapnya.
BACA JUGA:Demo di KPU Pesawaran Ricuh
Pada kesempatan sama, Plh Sekda Provinsi Lampung M. Firsada mengatakan, semua pembiayaan sekolah rakyat ini akan dilakukan pemerintah pusat. Termasuk dengan para pengajarnya.
Tugas pemerintah daerah menurutnya hanya menyiapkan lahan dan lahan itu lahan milik pemerintah yang tidak bersengketa. Kemudian untuk para siswa yang akan dipilih adalah berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (STKS) dan tidak dipungut biaya.
“Jadi ini sekolahnya gratis dan skemanya boarding school. Apakah nantinya SMA atau SMK, ini tergantung dengan pusat maunya seperti apa,” ungkapnya.
Sementara, pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai pembentukan sekolah rakyat saat ini tidak urgen. Ia melontarkan pandangannya daripada membuat sekolah rakyat lebih baik pemerintah mengoptimalkan sekolah-sekolah yang sudah ada.
”Sekarang ini banyak sekolah swasta yang tutup karena sepi dan kurang peminat. Lebih baik itu diakuisisi dan digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan gratis. Sehingga tidak hanya negeri yang gratis, tapi juga swasta,” ujarnya seperti dikutif Jawa Pos, Jumat (14/3) lalu.
Darmaningtyas melanjutkan, jika harus mendirikan sekolah baru dengan lintas kementerian, hal itu akan berdampak pada dua hal. Pertama, jumlah kementerian yang mengelola institusi pendidikan malah bertambah. Kedua, akan mengurangi alokasi bujet sektor pendidikan dari yang saat ini kecil menjadi semakin berkurang, terlebih di tengah iklim efisiensi anggaran.
Dia lebih mendorong pemerintah memaksimalkan sekolah eksisting daripada membentuk sekolah baru. ”Jadi, sekolah yang sudah ada itu ditunjuk saja untuk menyelenggarakan sekolah rakyat,” imbuh alumnus filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga penulis tersebut.