Fenomena Puasa Ramadan: Kebaikan Versus Kejahatan

--FOTO ISTIMEWA
Ketiga, setan-setan dibelenggu berarti umat Islam lebih mudah untuk berusaha menjauhkan dari kejahatan yaitu perbuatan keji, mungkar, dan maksiat. Karena perbuatan kejahatan itu mengandung dan mengundang dosa bagi pelakunya.
Jika pelaku dosa itu tidak melakukan tobat nasuha, meninggalnya dalam keadaan membawa kejahatan dan dosa serta disiksa di neraka, diazab selamanya di dalam neraka. Itulah menutup pendapat ahli ilmu kalam (ulama kalam) dari aliran Murji'ah, Khawarij, Mu'tazilah, dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Uraian di atas menunjukkan fenomena puasa Ramadan yaitu manusia, khususnya orang yang berpuasa Ramadan, dalam beramal kebaikan terdapat berbagai fenomena kebaikan.
Meski demikian, fenomena puasa Ramadan diharapkan pula pada fenomena kejahatan.
Pertanyaannya, mampukan orang yang berpuasa mampu menangkap fenomena kebaikan untuk istiqamah beraksi kebaikan dan mampukan membaca fenomena kejahatan untuk menjauhkan dari perbuatan kejahatan seperti keji, mungkar, dan maksiat.
Pertama, kebaikan puasa dan takwa. Alquran Surat Al-Baqarah (2) ayat 183 menjelaskan bahwa tujuan berpuasa untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah. Mengapa puasa untuk meningkatkan iman? Karena Allah memanggil hanya kepada hamba-hamba yang beriman kepada-Nya yaitu orang-orang yang beriman (mukmin laki-laki dan perempuan).
Panggilan ini memiliki dua maksud. Pertama, puasa itu kewajiban agama Islam (wajibat al-syar'iyyah) seperti halnya salat lima waktu, zakat, dan haji. Kedua, puasa sebagai wahana kebaikan, ladang amal saleh, dan bonus pahala bagi siapa saja yang berusaha untuk mendapatkannya.
Karena itu, puasa ini bukan dipandang kewajiban semata. Tapi, lebih dari itu adalah kebutuhan bagi hamba Allah yang berikhtiar untuk mendapatkan kebaikan dan pahala itulah tak\qwa.