Hotel Rugi Miliaran Dampak Efisiensi Anggaran

KONFRENSI PERS: IHGMA saat menggelar konfrensi pers di Jakarta. Dalam keterangannya IHGMA menyebut industri hotel rugi miliaran akibat dampak kebijakan efisiensi anggaran. -DOK IHGMA-
JAKARTA – Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) menilai kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah mulai berdampak serius terhadap industri perhotelan Tanah Air.
Selain berdampak pada penurunan tingkat okupansi hotel, sektor MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition) juga merosot tajam.
Wakil Ketua Umum IHGMA Garna Sobhara Swara memaparkan, kerugian yang dirasakan oleh hotel juga sangat besar mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah per bulannya.
"Penurunan pendapatan yang berkepanjangan ini bisa berdampak pada pengeluaran arus kas. Kami tidak bisa membayar tagihan listrik, energi, payroll (gaji karyawan), itu yang akan terjadi," kata Garna Sobhara dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta.
Untuk itu, IHGMA memberikan empat usulan kepada pemerintah supaya industri hotel bisa tetap bertahan. Pertama, adanya insentif pajak atau pengurangan pajak hotel.
Kemudian kedua, pemberlakuan efisiensi anggaran agar bisa dilakukan secara bertahap dan bisa dievaluasi.
Ketiga, program subsidi bantuan keuangan langsung untuk mendukung industri. Keempat, adanya relaksasi kebijakan terkait operasional hotel.
Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani juga menyoroti pemangkasan anggaran perjalanan dinas hingga mencapai 50 persen yang akan berdampak pada ekonomi daerah.
Pengurangan anggaran perjalanan dinas menurutnya akan menurunkan pendapatan daerah, terutama dari pajak hotel dan restoran.
Hariyadi juga menyampaikan, 40 persen pendapatan hotel secara nasional berasal dari agenda pemerintah. Bahkan di beberapa daerah bisa mencapai lebih dari 70 persen.
Di banyak daerah di Indonesia, sektor hotel dan restoran masuk dalam lima besar penyumbang pajak dan PAD, bahkan di beberapa wilayah menempati tiga besar. Oleh karena itu, dampak pemotongan anggaran ini diperkirakan cukup besar terhadap perekonomian daerah.
Selain itu, pemangkasan anggaran juga akan mengurangi kapasitas pemerintah dalam mengembangkan program untuk memajukan sektor pariwisata.
Salah satu dampak utamanya adalah hilangnya pendanaan untuk promosi pariwisata dan pemberian insentif wisatawan mancanegara.
"Jika tidak ada program promosi, posisi Indonesia dalam persaingan pariwisata regional akan semakin tertinggal. Saat ini, Thailand menjadi negara terdepan di ASEAN dalam mendatangkan wisatawan mancanegara, diikuti Malaysia. Bahkan, Vietnam kini sudah melampaui Indonesia dengan jumlah wisatawan lebih dari 14 juta orang," ungkap Hariyadi.(*)