Perlukah Indonesia Membentuk Matra Baru?
Rekaman video NASA TV ini menunjukkan misi SpaceX Crew-1 NASA di atas SpaceX Crew Dragon saat mendekati Stasiun Luar Angkasa Internasional pada 16 November 2020.-FOTO ILUSTRASI -
Selain itu, keberadaan angkatan antariksa akan memberi Indonesia keunggulan dalam kerja sama pertahanan regional, khususnya di ASEAN, di mana belum ada negara yang serius mengembangkan pasukan antariksa.
Meskipun pembentukan angkatan antariksa menjanjikan manfaat besar, terdapat tantangan hukum yang tidak bisa diabaikan. Salah satu isu utama adalah implikasi terhadap konstitusi. Pasal 10 dan Pasal 30 ayat 2 UUD 1945 mengatur fungsi pertahanan dan komando angkatan bersenjata. Untuk membentuk matra baru seperti angkatan antariksa, diperlukan amandemen UUD 1945. Proses ini memerlukan waktu yang cukup panjang, serta konsensus yang sulit dicapai dalam waktu singkat.
Selain itu, perubahan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan regulasi terkait juga menjadi keharusan. Langkah ini bertujuan memberikan status legal dan kewenangan kepada angkatan antariksa. Termasuk pengalokasian anggaran tambahan dari APBN untuk mendukung operasionalnya.
Sebagai alternatif, pemerintah dapat memperluas fungsi dan kewenangan Angkatan Udara Republik Indonesia (TNI-AU) agar mencakup ruang antariksa. Dengan demikian, perubahan konstitusi dapat dihindari. Dan reformasi hanya terbatas pada regulasi turunannya.
Pendekatan ini memungkinkan implementasi yang lebih cepat dan efisien dibandingkan pembentukan entitas independen. Namun, pendekatan ini tetap membutuhkan penguatan kapasitas TNI-AU dalam hal teknologi dan sumber daya manusia yang khusus menangani urusan antariksa.
Dimensi Hukum Internasional
Pembentukan angkatan antariksa juga harus mempertimbangkan implikasi internasional. Pasal IV Perjanjian Antariksa 1967 (Outer Space Treaty) melarang penempatan senjata nuklir dan pemusnah massal di antariksa, tetapi tidak melarang aktivitas pertahanan pasif seperti pemantauan atau pengawasan satelit.
Langkah Indonesia untuk membentuk angkatan antariksa jika dilaksanakan dalam kerangka damai, tidak akan melanggar perjanjian internasional tersebut. Hal ini serupa dengan pendekatan beberapa spacefaring nations yang mendalilkan bahwa militerisasi antariksa untuk tujuan non-agresif tetap sesuai dengan Pasal IV Perjanjian Antariksa 1967 dan hukum internasional.
Indonesia juga dapat mengambil peran aktif dalam merumuskan norma baru terkait penggunaan antariksa secara damai. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki legitimasi untuk mengadvokasi pengelolaan antariksa yang berkeadilan di forum internasional, sekaligus melindungi kepentingan nasionalnya di sektor ini.
Langkah Strategis Menuju Masa Depan
Pembentukan angkatan antariksa adalah kebutuhan strategis bagi Indonesia di era modern. Dengan meningkatnya ketergantungan global pada teknologi antariksa, Indonesia harus mengambil langkah berani untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Namun, keputusan ini harus diiringi dengan kajian mendalam terhadap aspek hukum, anggaran, dan kebijakan internasional.
Di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, peluang untuk mewujudkan visi ini cukup besar. Pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat pertahanan nasional, memperluas kehadiran di antariksa, dan menegaskan posisinya sebagai salah satu pemain utama dalam pengelolaan antariksa di kawasan Indo-Pasifik.
Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan kedaulatan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru di sektor antariksa. Inovasi ini akan memperkuat Indonesia sebagai negara maju dengan visi jangka panjang yang menyongsong era antariksa global. (*)
*) Yaries Mahardika Putro, Dosen Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Fakultas Hukum, Universitas Surabaya.