Pakar UI: Evaluasi Pendidikan Politik Sebelum Terapkan Sanksi bagi Pemilih yang Golput
Pakar ilmu politik UI Cecep Hidayat mengingatkan pentingnya mengevaluasi pendidikan politik di Indonesia sebelum memberlakukan sanksi bagi pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.-FOTO IST -
JAKARTA - Pakar ilmu politik Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat menyarankan agar stakeholder atau pemangku kepentingan mengevaluasi kembali pendidikan politik di Indonesia, terutama terkait wacana pemberian sanksi bagi pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum (pemilu).
Cecep mengungkapkan sebelum memberikan sanksi, perlu dipahami dahulu mengapa masih banyak pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya.
’’Kita harus mengecek sebenarnya pendidikan politiknya seperti apa. Kenapa mereka tidak menggunakan hak pilih? Apa edukasi yang masih kurang?” kata Cecep saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa (10/12).
Selain itu, dia juga mengingatkan agar pemangku kepentingan mempertimbangkan kondisi pemilih yang sudah teredukasi dengan baik, tetapi tidak dapat memilih karena alasan tertentu.
“Misalnya, jika ada yang sakit atau menghadapi kondisi darurat, dan mereka tidak bisa ikut memilih, bagaimana dengan mereka? Apakah harus kena denda juga?” ujarnya.
Cecep juga menekankan pentingnya sanksi yang proporsional dan sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia.
“Mungkin orang kaya tidak memilih, itu agak lebih mudah diterima karena mereka mampu. Namun, bagi mereka yang kurang mampu dan tidak memilih, kita harus mempersiapkan sanksi yang sesuai dan adil,” tambahnya.
Untuk meningkatkan partisipasi pemilih, Cecep mengusulkan pemberian insentif bagi pemilih yang menggunakan hak pilihnya, seperti potongan pajak atau insentif lainnya.
Namun, dia juga mengingatkan agar partai politik berperan aktif dalam mengusung calon pemimpin yang sesuai dengan keinginan masyarakat, agar pemilih merasa lebih terdorong untuk berpartisipasi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengungkapkan wacana untuk mewajibkan warga negara menggunakan hak pilihnya pada pemilu.
“Wajib. Memilih itu wajib. Kalau tidak memilih, nanti ada denda,” kata Zulfikar dalam seminar web bertajuk “Agenda Reformasi Sistem Pemilu di Indonesia”, yang dipantau dari Jakarta, Senin (9/12).
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menjabarkan beberapa faktor yang menyebabkan turunnya tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024. Yakni kejenuhan masyarakat, biaya pilkada yang tinggi, serta kurangnya sosialisasi.
’’Kejenuhan akan pemilihan dalam tahun yang sama itu yang paling nyata,” kata Dede dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu (8/12).
Faktor kedua, menurut Dede adalah biaya pilkada yang cukup tinggi, sehingga calon-calon yang dihadirkan bukanlah yang diharapkan oleh masyarakat.