Pinjol dan Judol Jadi Masalah Generasi Muda

--Foto Dok. JawaPos.com

INDONESIA sedang bersiap menyambut visi Indonesia Emas 2045. Namun, generasi muda saat ini dihadapkan dua persoalan pelik. Yaitu ancaman jeratan pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol). Keduanya berpotensi menyebabkan masalah finansial dan merembet persoalan sosial lainnya.

Sorotan terhadap fenomena pinjol dan judol ini disampaikan Faculty Head Sequis Quality Empowerment Yan Ardhianto Handoyo. Yan mengatakan, pada 2045 sekitar 70 persen populasi Indonesia masuk usia produktif. Yaitu di rentang umur 15-64 tahun.

Di tengah persiapan menyambut Indonesia Emas 2045 saat ini, masyarakat dihadapkan pada maraknya penawaran pinjol atau pinjaman daring. Masalah muncul karena sebagian penawaran itu berasal dari pinjol ilegal. Biasanya, mereka memberikan pinjaman dengan cara sangat mudah dan pencairan cepat.


Tetapi ketika ada kendala dalam pembayaran atau pelunasan, peminjam dikenai bunga tinggi. ’’Aktivitas literasi digital dan literasi finansial harus menjadi hal utama dalam masyarakat. Terutama pada calon generasi emas dan keluarganya,’’ kata Yan.

Yan mengatakan, jika kondisi finansial generasi muda buruk akan sulit mencapai pendidikan yang layak dan tinggi. Ujungnya akan menambah masalah sosial. Seperti peningkatan angka kemiskinan, persoalan kesehatan, angka kematian tinggi, pengangguran bertambah, hingga kasus kriminalitas melonjak.

Yan menuturkan, pemerintah sejatinya tidak tinggal diam. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah ada 9.062 entitas keuangan ilegal yang ditindak.

Perinciannya adalah 1.235 entitas investasi ilegal. Kemudian 7.576 entitas pinjol ilegal dan 251 gadai ilegal. Data penertiban itu mulai dari 2017 sampai sekarang.

Lewat judol, kata Yan, pelaku atau pemain tidak perlu tatap muka dengan bandar. ''Berbekal ponsel pintar, orang bisa bermain judol tanpa ketahuan siapa pun. Termasuk keluarga, teman, atau aparat penegak hukum," ungkapnya.

Data Kementerian Kominfo memberitakan pada Januari 2024 Menteri Kominfo telah memutus akses lebih dari 800 ribu konten judi online. Upaya pemberantasan judol dan pinjol harus dilakukan secara aktif dan profesional karena akses ke situs-situs tersebut masih bisa ditemukan.

Menjadi ancaman yang sangat serius, sebab mereka yang terjebak pinjol karena uangnya digunakan untuk bermain judol. Banyaknya orang yang terjebak dalam lingkaran utang pinjol dan sulit lepas.

Dari kebiasaan judol memicu masalah ekonomi dan psikologis di masyarakat. Dengan terus sosialisasi bahasa judol dan pinjol, Yan berharap ikut berkontribusi dalam Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2024 yang digagas OJK. (jpc)

Tag
Share