Pemecatan Polisi yang Ungkap Kasus Mafia BBM sebagai Ironi

Pakar psikologi-forensik Reza Indragiri Amriel-FOTO F.ROHMAN/AN -

JAKARTA - Pakar psikologi-forensik Reza Indragiri Amriel menyebut pemecatan Ipda Rudy Soik yang mengungkap kasus dugaan mafia BBM di NTT sebagai ironi. Personel dan organisasi penegakan hukum justru kini berasosiasi dengan pelanggaran itu sendiri.

Dari sudut pandang Polda NTT, menurut Reza, Rudy dinilai melakukan police misconduct. Bahkan, misconduct kelas berat. Sebaliknya, oleh Rudy, Polda justru bisa dinarasikan melakukan obstruction of justice, yakni mengacaukan kerja investigasi yang tengah Rudy lakukan saat itu.

BACA JUGA:Paslon Wahru Pastikan Kooperatif

”Akibatnya, saya pun berhadapan dengan dilema. Pada satu sisi, saya berharap institusi kepolisian memiliki standar etik yang sangat tinggi,” ujar Reza, Selasa (15/10).

Dengan standar seperti itu, menurut Reza, sanksi bagi personel yang melakukan pelanggaran etik sudah sepatutnya seberat-beratnya. Itu bisa menjadi penawar terhadap jagat politik nasional yang penuh sesak dengan dinamika niretik.

Pada sisi lain, lanjut dia, tersedia alasan ilmiah bagi terbangunnya spekulasi curtain code (CC). Yakni subkultur menyimpang yang ditandai kebiasaan personel polisi menutup-nutupi kesalahan, pelanggaran, bahkan kejahatan yang kolega lakukan.

”Kalau CC itu dijadikan sebagai pijakan berpikir, apa yang Rudy lakukan berisiko membuat ambrol sindikat jahat yang ada di dalam lembaga penegakan hukum, sehingga Rudy harus dilumpuhkan agar sindikat itu tidak terbongkar,” tandas Reza.

”Jadi, dari dua kemungkinan police misconduct ataukah obstruction of justice--saya semestinya percaya yang mana?” imbuh dia.

”Pelanggaran oleh oknum personel Polri ataukah indikasi pelanggaran sistemik di Polda NTT?” tambah Reza.

Untuk mengujinya, dia menjelaskan, mungkin Rudy bisa mulai dengan menempuh jalan perdata. Pengadilan negeri diharapkan bisa menjadi arena laga yang netral.(sah-jp/rim)

 

Tag
Share