Pertamina Kebut Proyek Kilang BBM Ramah Lingkungan

DISKUSI: Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional Taufik Aditiyawarman (tengah) dalam diskusi bertajuk "Decarbonizing The Future: The Role of Green Fuel in Reducing Emissions" di Jakarta, Kamis 10 Oktober 2024. - Foto Whisnu Bagus Prasetyo/Beritasatu -

JAKARTA - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), subhoding refining dan petrochemical PT Pertamina (Persero) mempercepat proses pembangunan proyek kilang minyak yang menghasilkan bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan atau green refinery dengan kapasitas 120.000 barel per hari (bph) hingga 2037.

Langkah tersebut untuk menekan emisi karbon dalam rangka target net zero emission pemerintah pada 2060.

"Ada beberapa proyek kilang ramah lingkungan sedang berjalan, seperti kilang Cilacap tahap dua yang diproyeksikan pada 2027 dengan kapasitas produksi 6.000-7.000 barel hydrotreated vegetable oil (HVO) per hari (bph)," kata Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional Taufik Aditiyawarman dalam diskusi bertajuk "Decarbonizing The Future: The Role of Green Fuel in Reducing Emissions" di Jakarta, Kamis 10 Oktober 2024.

Taufik Aditiyawarman mengatakan tahap satu kilang Cilacap sudah selesai dengan kapasitas 3.000 bph.

Secara keseluruhan, Kilang Cilacap adalah salah satu kilang terbesar yang dimiliki Pertamina dengan kapasitas pengolahan 348.000 barel per hari.

Selain kilang Cilacap, Pertamina menargetkan kilang Plaju selesai pada 2030 dengan kapasitas pengolahan BBM nabati atau biofuels 20.000 bph.

Kemudian kilang Dumai pada 2031 dengan kapasitas 30.000 bph, dan kilang Balikpapan pada 2034 dengan kapasitas 30.000, dan kilang di Medan berkapasitas 30.000 bph.  “Totalnya sekitar 120.000-an bph,” kata dia.

Taufik menjelaskan, Pertamina juga siap meluncurkan produk BBM solar dengan kadar sulfur yang rendah atau lebih ramah lingkungan dari kilang Balongan.

"Produk diesel dengan kadar sulfur 10 ppm dari Balongan," kata dia. Kemudian kilang Balikpapan yang akan beroperasi pada 2025 bisa memproduksi BBM euro 5 dengan kadar sulfur 10 ppm, baik untuk gasolin maupun diesel.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arie Rachmadi menjelaskan penggunaan biofuel akan bisa menekan emisi yang selama ini dihasilkan dari kendaraan.

"Indonesia berada di jalur tepat dengan program biodiesel sejalan tren global yang mengarah pada penggunaan biofuel," kata dia.

Sementara Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak mengatakan tantangan terbesarnya yakni mendorong program biofuel selain pasokan bahan baku harganya yang masih tinggi.(beritasatu/nca)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan