Indonesia Pantau Trump dan Harris

Indonesia pantau Trump dan Harris -Beritasatu.com/Alfida Rizky Febrianna.-

JAKARTA - Pemerintah Indonesia beda kebijakan ekonomi dua calon Presiden Amerika Serikat (AS), yaitu Donald Trump dan Harris Kamala terhadap hubungan Bilateral Indonesia-AS.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, Pemerintah Indonesia saat ini tengah memantau Pemilu Amerika Serikat (AS) 2024.

Pada pemilu ini, mempertemukan mantan Presiden AS Donald Trump dengan kandidat dari Partai Demokrat yang juga Wakil Presiden AS Kamala Harris.

Sebab, AS telah menjadi salah satu kontributor utama surplus perdagangan Indonesia. Kedua negara akhir tahun lalu meningkatkan hubungan mereka menjadi kemitraan strategis komprehensif. 

BACA JUGA:Dugaan Sementara Korsleting jadi Penyebab Kebakaran Empat Kios di Dekat RS Urip Sumoharjo

Indonesia saat ini dalam proses transisi kepemimpinan dari presiden dua periode, Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto pada bulan Oktober ini. Gedung Putih juga akan segera menyaksikan pergantian presiden pada Januari.

"Dari apa yang saya baca, kita sudah melihat kebijakan ekonomi Trump. Dari apa yang saya baca, sebagian besar pemilik bisnis lebih menyukai Trump. Jika Harris menang, saya yakin dia akan memberikan warna yang berbeda,” ujar Suharso.

Menurut Suharso, kedua kandidat AS itu memiliki gaya kepemimpinan dan kebijakan yang berbeda. Trump yang diusung Partai Republik sebelumnya memimpin AS pada 2017-2021.

“Kita juga sudah memahami bagaimana Demokrat dan Republik akan merancang kebijakan ekonomi di AS, terutama yang terkait dengan persaingan AS dengan negara ekonomi terbesar kedua di dunia, China," jelasnya.

BACA JUGA:Keadilan di Era Algoritma: Menakar Peran Artificial Intelligence (AI) dalam Menegakkan Hukum

Suharso tidak menyebutkan siapa presiden AS yang akan lebih menguntungkan Indonesia dari perspektif ekonomi. 

Namun, selama kepemimpinan Trump, pada 2018 dirinya menginstruksikan pemerintahannya untuk meninjau apakah Indonesia harus tetap memenuhi syarat untuk Generalized System of Preferences (GSP), kebijakan yang membebaskan barang-barang dari Indonesia dari bea masuk ke AS.

Skema GSP saat ini telah kedaluwarsa dan menunggu pembaruan di Kongres AS. Di bawah presiden petahana AS dari Partai Demokrat, Joe Biden, Jakarta dan Washington berjanji untuk mengembangkan rencana aksi yang dapat membuka jalan bagi kesepakatan mineral penting.

Data Kementerian Perdagangan menunjukkan perdagangan Indonesia-AS mencapai US$ 34,5 miliar pada 2023, dengan Indonesia mengalami surplus hampir US$ 12 miliar. Pada semester pertama 2024, perdagangan kedua negara mencapai hampir US$ 18 miliar. Indonesia juga mencatat surplus sebesar US$ 6,4 miliar selama enam bulan pertama 2024.(Beritasatu/pip)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan