Larangan Rokok Ketengan Bisa Cegah Anak Konsumsi

Ilustrasi rokok-FOTO ILUSTRASI DOK JAWA POS-

JAKARTA - Larangan penjualan rokok ketengan atau eceran diyakini bisa mencegah anak-anak di bawah umur dan masyarakat miskin membelinya. 

Diketahui Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2024 yang merupakan turunan Undang-undang tentang Kesehatan.

Beberapa poin penting yang diatur di UU tersebut adalah menyangkut pengendalian masalah konsumsi tembakau atau rokok.

Salah satu poin yang diatur cukup ketat dalam PP tersebut adalah masalah penjualan rokok yang tidak boleh dijual secara ketengan atau per batang, dan juga tidak boleh dijual di dekat sekolah atau sistem zonasi.

Pelaksanatugas (Plt.) Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) Tulus Abadi, mejelaskan, sebenarnya larangan penjualan rokok ketengan ini bukan hal yang baru karena di dalam produk rokok putih itu sudah lama tidak boleh dijual secara batangan namun harus dibeli perbungkus.

Namun ada semacam perbedaan, rokok kretek boleh.

"Sekarang ini dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2024 Itu maka semua produk rokok tidak boleh dijual secara ketengan atau batangan. tujuannya apa Memang kita bisa memahami apa yang diatur oleh pemerintah dengan larangan tersebut," katanya. 

Tulus Abadi menjelaskan, pertama bahwa larangan penjualan ketengan itu untuk melindungi para perokok baru, khususnya bagi anak-anak dan remaja agar tidak terlalu mudah membeli dan akses produk rokok.

Karena tingkat prevalensi merokok pada anak di bawah umur yang ada di indonesia saat ini sudah sangat tinggi mencapai 9,1%.

Angka itu menurut YLKI terjadi peningkatan yang signifikan dari tadinya 8,5% dan kalau tanpa pengendalian tanpa batasan Itu akan terjadi lonjakan sampai 15%.

"Salah satunya maka larangan itu relevan untuk diterapkan dalam konteks melindungi anak dan remaja," ucapnya. 

Kemudian, aturan ini juga penting bagi masyarakat menengah ke bawah atau katakanlah rumah tangga miskin, karena rumah tangga miskin di Indonesia Itu pendapatannya mayoritas justru untuk membeli rokok yang nomor satu, sedangkan untuk membeli beras nomor dua. 

"Ini kan sangat berbahaya rumah tangga miskin yang notabene pendapatannya terbatas minim, tapi malah dialokasikan untuk membeli rokok dan mengalahkan konsumsi lauk pauk seperti ayam telur atau bahkan tempe," jelasnya.

"Nah mengapa mereka konsumsi rokoknya tinggi di rumah tangga miskin karena rokok bisa dijual secara ketengan, itu mereka karena membeli satu bungkus tidak bisa akhirnya membeli batangan, tapi akhirnya terakumulasi di dalam pola konsumsinya," lanjutnya.

Tag
Share