Mardiono Didesak Mundur, Dinilai Tak Becus Urus PPP

Kamis 23 May 2024 - 21:09 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

JAKARTA - Kader dan simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi DKI Jakarta yang tergabung dalam Front Kader Ka’bah Bersatu (FKKB) meminta Muhammad Mardiono mundur dari posisinya sebagai Ketua Umum PPP.

Permintaan ini disampaikan karena anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu dinilai kurang kompeten dalam mengurus PPP, sehingga kondisi partai politik berlogo Kakbah itu terpuruk dan tidak masuk dalam parlemen.

“Mendesak kepada Mardiono untuk mundur atau meletakkan jabatan Plt. Ketua Umum PPP sebagai wujud tanggung jawab moral atas kegagalan dan buruknya pengelolaan partai di bawah kepemimpinannya,” ujar Ketua FKKB, Ichwan Zayadi yang juga merupakan kader dari PPP. 

BACA JUGA:Dari Lampung Utara, Relawan Sahabat Putih Biru dan Sahabat Milenial Dukung Penuh Mirza Jadi Gubernur

Untuk mempertahankan eksistensi PPP, Ichwan Zayadi juga meminta seluruh kader PPP untuk segera menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) dan membentuk pengurusan PPP yang baru. 

“Mendesak kepada DPP PPP untuk segera menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) agar terpilih dan terbentuk kepengurusan DPP PPP yang definitif agar PPP menjadi lebih baik lagi,” kata Ichwan Zayadi. “Menyerukan kepada seluruh fungsionaris dan kader PPP di seluruh Indonesia untuk tetap semangat dalam menjaga eksistensi PPP dalam pentas politik di tingkat masing-masing,” tambahnya.

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak permohonan terkait perpindahan suara PPP kepada Partai Garuda. Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang ketetapan perkara sengketa Pileg 2024 di ruang sidang utama, Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Mei 2024 lalu. 

BACA JUGA:Gubernur: Jaga Kondusivitas Pilkada Serentak 2024!

“Menolak eksepsi Termohon berkenaan dengan Kewenangan Mahkamah. Mengabulkan eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait berkenaan dengan Permohonan Pemohon kabur,” ujar Suhartoyo dalam sidang putusan tersebut.

Dalam pokok permohonannya, MK menyatakan bahwa permohonan pemohon tidak dapat diterima karena tidak menjelaskan secara rinci terkait lokasi kecurangan yang terjadi, sesuai dengan permohonan PPP, pada enam daerah pemilihan (dapil) di Provinsi Jawa Barat.

“Pemohon hanya memberikan uraian kehilangan suara di Dapil Jawa Barat III dan Dapil Jawa Barat V,” kata Suhartoyo. “Sedangkan untuk Dapil Jawa Barat II, Jawa Barat VII, Jawa Barat IX, dan Jawa Barat XI, Pemohon hanya mencantumkan tabel persandingan perolehan suara Pemohon dan Partai Garuda menurut Pemohon dan Termohon tanpa diikuti oleh penjelasan dan uraian yang jelas serta memadai,” sambungnya.

Selain itu, tambah Suhartoyo, pihak PPP sebagai Pemohon juga tidak menguraikan secara jelas pada TPS mana saja serta terjadi pada tingkat rekapitulasi mana perpindahan suara Pemohon pada Dapil Jawa Barat V.

“Pemohon hanya mencantumkan angka yang diklaim sebagai suara Pemohon yang hilang atau dipindahkan tanpa menunjukkan ataupun menguraikan data persandingan yang jelas dan memadai sehingga dapat terlihat bagaimana perpindahan suara Pemohon ke Partai Garuda tersebut terjadi,” imbuhnya.

Suhartoyo juga mengatakan bahwa tidak ditemukannya pengurangan suara Pemohon ataupun penggelembungan suara Partai Garuda sesuai permohonan yang disampaikan pada permohonan PPP. “Justru menunjukkan terjadi perubahan suara terhadap partai lain yang tidak ada relevansinya dengan permohonan Pemohon,” tandasnya. (jpc/c1/abd) 

 

Kategori :