BACA JUGA:Wujudkan Target IKU, UIN RIL Gelar Raker 2024
Jaksa penuntut umum (JPU) Eka Aftarini saat membacakan surat dakwaan mengungkapkan awal mula terdakwa Belly bergabung menjadi kurir narkoba dalam jaringan Fredy Pratama. Terdakwa bekerja di salah satu warung sate di Palembang pada Maret 2019 lalu dengan gaji sebesar Rp 2,8 juta per bulan.
“Kemudian terdakwa ditawari pekerjaan lain untuk bekerja di Tower Palembang dengan gaji Rp7 juta oleh seseorang bernama Iko (DPO),” kata jaksa Eka Aftarini di persidangan.
Dengan iming-iming gaji lebih besar itu, Belly akhirnya tertarik dan berhenti bekerja di warung sate. Namun setelah bertemu Iko juga seseorang lainnya bernama Salman (DPO), ternyata pekerjaan yang ditawarkan tersebut bukan bekerja di Tower Palembang, melainkan menjadi kurir narkoba dengan upah Rp 15 juta sampai Rp 20 juta per kilogramnya.
Awalnya terdakwa masih ragu dan minta waktu untuk berpikir menerima tawaran menjadi kurir sabu tersebut. Namun pada April 2019, terdakwa memutuskan bersedia menjadi kurir sabu.
BACA JUGA:Bandarlampung Ajukan Baju Anti Api Rp30 M
Jaksa mengungkapkan, setelah terdakwa menerima tawaran menjadi kurir sabu, terdakwa mulai menjalankan pekerjaannya pada bulan September 2019. Di mana selama rentan waktu dari bulan September 2019 sampai Agustus 2020, terdakwa telah berhasil membawa dan mengantarkan narkoba jenis sabu ke beberapa daerah dengan total kiriman sabu sebanyak 125 kilogram.
“Selama menjadi kurir narkotika jenis sabu total sebanyak 125 kilogram, terdakwa telah menerima upah dari orang suruhan Fredy Pratama sebesar Rp2,2 miliar,” ungkapnya.
Jaksa juga menerangkan, selain menjadi kurir sabu, terdakwa merupakan pemakai sejak awal tahun 2020 lalu. Sementara atas perbuatannya tersebut, jaksa mendakwa terdakwa dengan tiga pasal yakni Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Kemudian pasal 137 huruf a juncto Pasal 136 Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Lalu, Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Tarmizi, pengacara terdakwa, mengatakan kliennya tak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa. “Kita lanjut ke pembuktian,” kata Tarmizi.
Meski begitu, dalam persidangan selanjutnya pihaknya membuka fakta-fakta yang sebenarnya. ’’Dalam dakwaan klien kami didakwa sebagai kurir, tetapi kita akan buka fakta sebenarnya di persidangan selanjutnya, apakah dia kurir atau hanya pemakai atau pengedar,” tandasnya. (gie/nca/c1/rim)