"Ketinggalan," jawabnya singkat.
Bu guru mulai menjelaskan mata pelajaran favoritnya, Kimia.
"Apa yang ditulis di papan itu, Li?" Ia bertanya pada Lia.
"Tak terlihat sama sekali?" Lia bertanya sambil menggerakkan jarinya di depan mata Dara.
"Aku hanya melihat samar-samar, Li. Bagaimana ini?" ia setengah panik.
Lia yang tak tega melihat temannya yang kesulitan hendak membantunya. Tak lama ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, sebuah kacamata bundar.
"Pakai saja ini," ia menyodorkan kacamata unik itu kepada Dara.
"Tapi kacamata yang aku pakai bingkainya kotak, bukan bundar," ia sedikit menolak.
"Sudahlah, pakai saja!" Lia mulai memaksa.
"Tapi lensa kacamata ini pasti beda dengan kacamataku. Kau tahu kan kalau mataku minus 14. Kacamata ini terlihat kuno, sangat tidak cocok untukku.” Dara semakin menolak. Lia yang jenuh dengan penjelasan dan alasan Dara langsung memasangkan kacamata antik itu ke Dara yang tidak jelas penglihatannya.
"Pakai saja!" Lia menatapnya dengan penuh paksaan.
“Baiklah," Dara melihat sekitar dengan jelas. Kacamata yang digunakan juga terlihat sesuai dengannya.
"Pas?" Lia ingin mendebatnya sekali lagi. Dara yang mulai cocok dengan kacamata itu mengacungkan jari jempolnya. Bu guru di depan kelas terlihat dengan jelas.
"Ini hebat. Aura kelas tiba-tiba berubah menjadi lebih positif Li, menakjubkan!" Dara semakin antusias.
Penjelasan Bu guru yang biasanya rumit kini bisa dipahami lebih cepat, ia terlihat semangat setiap Bu guru bertanya mengenai materi yang dijelaskan. Semua temannya melihatnya dengan heran, Dara lebih jenius dari biasanya bahkan dapat mengumpulkan tugas dengan cepat. Lia yang melihat temannya hanya tersenyum puas.
Hari ini cukup memuaskan bagi Dara, bahkan ia merasa menjadi lebih percaya diri dari sebelumnya. Ia terus memakai kacamata antik itu sampai pulang sekolah.