Menag: Masjid Harus Jadi Pusat Peradaban, Bukan Sekadar Tempat Sujud

Jumat 12 Sep 2025 - 20:20 WIB
Reporter : Prima Imansyah Permana
Editor : Agung Budiarto

BANDARLAMPUNG – Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia Prof. K.H. Nasaruddin Umar menyampaikan tausyiah penuh makna saat meresmikan Masjid Raya Al-Bakrie Lampung, Jumat (12/9).

Dalam ceramahnya, Menag menegaskan masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga harus menjadi pusat peradaban, sosial, pendidikan, hingga ruang toleransi lintas agama.

’’Masjid ini (Masjid Raya Al-Bakrie Lampung, Red) luar biasa. Bukan hanya dari sisi arsitektur yang megah dan indah, tetapi juga harus menjadi tempat pembangunan jiwa, karakter, dan peradaban,” ujar Menag di hadapan jamaah serta tokoh masyarakat yang hadir.

Nasaruddin mengingatkan bahwa masjid berasal dari akar kata Arab sajada yang berarti meletakkan kepala ke lantai sebagai simbol ketundukan. Namun, menurutnya, makna masjid jauh lebih luas daripada sekadar tempat sujud.

’’Intensitas pembangunan spiritual tidak akan sempurna tanpa ruang yang istimewa. Karena itu, pembangunan masjid harus sejalan dengan pembangunan pribadi muslim yang beriman dan berilmu,” jelasnya.

Ia kemudian menyinggung sejarah masjid Rasulullah SAW di Madinah yang memiliki tidak kurang dari 27 fungsi. 

Masjid tersebut tidak hanya dipakai untuk salat berjamaah, tetapi juga menjadi sekretariat negara, pengadilan, rumah sakit, sekolah, penjara, pusat pelatihan, hingga pemberdayaan ekonomi.

Menariknya, lanjut Menag, masjid Rasulullah bahkan digunakan untuk kursus kecantikan bagi perempuan serta tempat latihan bela diri bagi para sahabat.

’’Masjid adalah rumah besar kemanusiaan. Bahkan non-muslim pun boleh masuk masjid. Nabi sendiri memperluas masjid setelah tanah milik orang Yahudi disatukan karena tujuan mereka sama, yakni membangun rumah ibadah demi keberkahan,” ungkapnya merujuk pada kisah pembangunan Masjid Kuba.

Dalam konteks masa kini, ia mencontohkan Masjid Istiqlal yang menyediakan gym center untuk semua agama serta kursus bahasa gratis. Menurutnya, inilah wujud nyata masjid sebagai ruang inklusif, tempat tumbuhnya solidaritas dan toleransi.

’’Masjid tidak boleh eksklusif. Masjid adalah tempat menyatukan seluruh elemen bangsa, tanpa memandang agama, etnis, maupun gender,” tegasnya.

Selain itu, Menag menyoroti fungsi sosial masjid yang kerap dilupakan. Ia mencontohkan menara masjid Nabi dahulu dipakai para sahabat untuk mengamati rumah-rumah tanpa asap dapur, tanda pemiliknya kelaparan, agar segera diberi bantuan.

Bahkan, dana umat yang terkumpul di masjid pada masa Rasulullah digunakan untuk membantu siapa saja yang membutuhkan, termasuk non-muslim, selama tidak bersumber dari zakat atau wakaf.

’’Inilah rumah toleransi sejati. Dahulu Rasulullah pun membantu pembangunan gereja dari dana hibah umat. Maka, masjid hari ini harus menjadi simbol kebersamaan dan kemanusiaan,” pungkasnya. 

Peresmian Masjid Raya Al-Bakrie Lampung diharapkan menjadi momentum menghidupkan kembali fungsi masjid sebagai pusat peradaban Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Kategori :