BANDARLAMPUNG – Kelangkaan BBM bersubsidi di Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) memanas. Dua stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di daerah tersebut diduga kuat dijadikan ’’ladang bisnis ngecor’’ oleh truk-truk nakal. Alhasil, jatah solar dan pertalite untuk masyarakat kecil lenyap setiap hari sebelum sempat dinikmati rakyat yang berhak.
Kondisi ini membuat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tubaba angkat suara. Mereka menuding praktik pengecoran truk-truk besar yang membeli hingga 200 liter solar sekali isi, kemudian dijual kembali ke pengecer dengan harga selangit, yakni Rp9.800–Rp10.000 per liter. Padahal di SPBU harga resmi hanya Rp6.800/liter.
BACA JUGA:Bayi Meninggal usai Operasi, RSUDAM Disorot
’’Kalau dibiarkan, masyarakat kecil yang butuh BBM untuk kerja justru jadi korban. Solar habis, pertalite langka, sementara oknum pengecer panen untung,” tegas Arib, anggota DPRD Tubaba.
Menanggapi kondisi tersebut, Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel akhirnya angkat bicara. Dalam keterangan resmi, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Rusminto Wahyudi menegaskan pihaknya tidak segan-segan memberikan sanksi keras hingga pemblokiran SPBU dan tak mengirim BBM ke SPBU yang terbukti melanggar aturan.
“Jika terbukti ada lembaga penyalur bermain, Pertamina akan langsung menutup akses pasokan. Bahkan kasus bisa kami limpahkan ke aparat penegak hukum,” tegas Rusminto.
Rusminto mengingatkan bahwa sistem digitalisasi transaksi BBM melalui QR Code Subsidi Tepat bukan formalitas semata. Sistem ini dirancang untuk memantau setiap pembelian.
"Jika terindikasi ada penyalahgunaan, baik konsumen maupun SPBU nakal, akan langsung diblokir," tegasnya.
Sayangnya, di lapangan rakyat tetap saja jadi korban. Solar untuk nelayan, petani, hingga warga yang hanya ingin mengisi motor mereka, kerap habis sebelum tengah hari. Warga bahkan curiga, ada “permainan” antara oknum SPBU dengan para pengecer.
“Kalau truk bisa ngecor sampai 200 liter, kapan masyarakat dapat bagian? Buktinya tiap hari antre panjang tapi habis duluan. Seperti ada permainan,” ujar Joko, anggota DPRD Tubaba lainnya.
Menurut dia, ada dugaan mafia BBM yang memanfaatkan celah lemahnya pengawasan. “Yang kaya makin untung, yang miskin makin sengsara,” sindirnya.
DPRD Tubaba meminta Pertamina segera menertibkan pengecer ilegal yang menjamur di pinggir jalan.
Jika perlu, kata Joko, diberikan legalitas resmi terbatas agar hanya pengecer tertentu yang boleh beroperasi, dengan catatan BBM yang dijual benar-benar berasal dari Pertamina.
“Sekarang banyak sekali minyak mentah atau oplosan dijual bebas. Itu jelas berbahaya karena bisa merusak mesin kendaraan masyarakat,” jelasnya. (pip/fei/c1/yud)