Dewan Pers Ingatkan 47 Ribu Media

Kamis 21 Dec 2023 - 19:06 WIB
Reporter : Anggi Rhaisa
Editor : Abdul Karim

Berhati-hati Dalam Peliputan Dugaan Paham Radikalisme

BANDARLAMPUNG – Ketua Dewan Pers Periode 2016-2019, Yosep Adi Prasetyo, mengingatkan 47 ribu media di Indonesia agar berhati-hati dalam peliputan dugaan paham radikalisme dan terorisme. Hal itu disampaikannya dalam workshop bertajuk “Peran Pers dalam Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme untuk Mewujudkan Indonesia Harmoni” di ballroom Hotel Novotel Lampung, Kamis (21/12).

Menurutnya, Indonesia sebagai negara dengan media masa dan penggunaan media sosial terbanyak. Jumlahnya sekitar Rp.47.000. Ini karena semua orang dengan mudah bisa membuat media.

Ironisnya banyak di antaranya lebih mirip home industry. “Semua orang dengan mudah menjadi wartawan tanpa pengetahuan tentang jurnalisme, tak tahu kode etik, dan minus kompetensi,” ucap Yosep sehingga menurutnya banyak juga media yang tidak memenuhi ketentuan Undang Undang dan ketentuan Perusahaan Pers. 

Tidak hanya itu. Yosep juga mengatakan Indonesia adalah salah satu negara pengguna media sosial tertinggi seperti Facebook, WhatsApp, dan Twitter.  “Hampir semua media menggunakan media sosial untuk menarik masyarakat menjadi pembaca,”ucapnya.

BACA JUGA:Penerapan Radius Pembelian Tiket Seterusnya

Pada kesempatan sama, Ketua Komite Komisi Pengaduan Dewan Pers periode 2016-2019, Imam Wahyudi, menyampaikan dalam peliputan apapun, khususnya peliputan dugaan paham radikalisme dan terorisme agar menjadi elemen jurnalis yang positif. Yaitu jurnalis yang berposisi aktif, bukan pasif. 

Menurutnya, jurnalis harus mencari aspek dan interaksi positif, fokus pada solusi, mencari dan memenuhi kebutuhan publik, serta memberikan tempat bersuara kepada mereka yang tidak mampu bersuara.

“Saat ini, teknologi terus berkembang. Aspek teknik jurnalisme itu bisa dikerjakan oleh Al. Sementara nilai berita yang dapat mereduksi kompleksitas keinginan publik tentang radikalisme dan terorisme dapat dibuat manusia,”ucapnya.

Pada kesempatan sama juga, Kasi Pengawasan Barang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Faizal Yan Aulia menyebut generasi Z rentan terpapar paham radikalisme. Karena dari data BNPT, menurutnya potensi generasi Z terpapar radikalisme yakni 12,7 persen dan milenial 12,4 persen. 

BACA JUGA:Pelabuhan Bakauheni dan Merak Jadi Titik Rawan Penyelundupan Burung Ilegal

“Mereka di rentang usia 20 - 30 tahun, generasi yang dianggap labil yang mudah jadi target radikal dan terorisme,”ucapnya.

Berdasarkan riset 2018, lanjutnya, bahwa motif seseorang melakukan aksi terorisme  antara lain karena ideologi agama yang keliru, solidaritas komunal yang negatif, mentalitas masa, balas dendam, situasional, dan saparatisme.

Apalagi menurutnya generasi Z saat ini akrab dengan media sosial. Hal itu membuat para teroris mengubah pola rekrutmen sesuai kebiasaan generasi Z.

Faizal menyebut mereka yang belajar paham radikalisme dan terorisme secara sendiri dapat disebut lone wolf atau serigala sendirian. Di mana, mereka belajar paham, menyimpulkan, dan bergerak dalam tindakan teror sendiri.

Kategori :