Ekonom Peringatkan Risiko Salah Sasaran
JAKARTA - Rencana pemerintah menaikkan subsidi listrik menjadi Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun pada 2026 mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Ekonom dan pengamat ekonomi menilai angka kenaikan tersebut sangatlah besar, yakni setara hampir 5 persen dari total belanja negara untuk kesehatan dan pendidikan di RAPBN.
Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan kebijakan penambahan subsidi ini berpotensi salah sasaran jika tidak dikelola dengan baik.
’’Pertanyaan ini bukan sekadar menyoal angka anggaran, melainkan menyoal keadilan distribusi fiskal dan efektivitas kebijakan publik kita. Masalahnya, apakah tambahan subsidi listrik sebesar itu akan membantu mereka yang benar-benar membutuhkan yaitu masyarakat miskin dan rentan atau justru dinikmati kelompok menengah-atas yang memiliki daya beli lebih tinggi?” ungkap Achmad.
Kekhawatiran ini sendiri juga didasari oleh data World Bank 2017 dan Asian Development Bank 2021, yang menunjukkan 40 persen rumah tangga terkaya (desil 7–10) menikmati 50–60 persen subsidi listrik, sedangkan 40 persen rumah tangga termiskin hanya menikmati sekitar 20–25 persen subsidi. Di sisi lain, rumah tangga miskin di wilayah rural terpencil kerap belum teraliri listrik PLN sama sekali. Jika pun ada, konsumsinya sangat kecil sehingga subsidi yang mereka nikmati pun minimal.
’’Artinya, tambahan subsidi listrik Rp105 triliun akan dinikmati lebih besar oleh kelompok menengah-atas. Meskipun bagi mereka, manfaat tambahan itu tidak signifikan terhadap kesejahteraan,” ungkap Achmad.
Achmad menambahkan, jika pemerintah memang ingin menaikkan subsidi listrik diperlukan juga adanya pengarahan ulang pada kebijakan subsidi tersebut.
Dalam hal ini, Achmad menyatakan bahwa pemerintah dapat mengalihkan sebagian subsidi menjadi investasi transisi energi terbarukan.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan reformasi subsidi bertarget berbasis data DTKS dan data rekening listrik. Sebagai contoh, rumah tangga miskin dan rentan dengan daya 450VA dan 900VA pra bayar perlu tetap mendapatkan subsidi penuh.