Fadli juga menekankan pentingnya menghadirkan tone positif dalam penulisan sejarah, tanpa menghilangkan atau menutupi peristiwa-peristiwa tragis, termasuk Mei 1998.
“Sejarah harus membangkitkan rasa bangga, bukan trauma. Tapi itu tidak berarti kita melupakan. Justru kita angkat semuanya secara jujur dan adil,” tegasnya.
Penulisan buku sejarah nasional ini dilakukan oleh tim sejarawan independen dan kredibel, serta dijaga dari intervensi, termasuk dari pihak internal kementerian sendiri.
Proses ini akan dilanjutkan dengan uji publik di berbagai wilayah, sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam membangun narasi sejarah yang inklusif.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, dan para anggota komisi lainnya juga mendorong agar uji publik atas draf buku sejarah bisa segera dilaksanakan, sehingga hasil akhirnya bisa mencerminkan aspirasi dan sensitivitas seluruh lapisan masyarakat. (disway/yud)