Stunting Ancam Generasi Muda, Lampung Target 13,2 Persen di 2025

Jumat 04 Jul 2025 - 20:27 WIB
Reporter : Prima Imansyah Permana
Editor : Yuda Pranata

BANDARLAMPUNG – Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela menegaskan bahwa stunting adalah musuh bersama dan menjadi ancaman besar bagi masa depan bangsa.

Hal itu disampaikan saat membuka Penilaian Kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi Penurunan Stunting Tahun 2025 di Provinsi Lampung.

Menurut Jihan, stunting bukan semata persoalan gizi, tetapi juga menyangkut kualitas sumber daya manusia (SDM). Dampaknya bukan hanya pada fisik, melainkan juga kemampuan otak, kecerdasan, dan produktivitas generasi muda. 

’’Jika tidak diatasi secara serius, daya saing bangsa terancam karena generasi mudanya terganggu secara fisik dan mental,” ujar Jihan.

Ia menekankan pentingnya menyamakan persepsi bahwa stunting adalah ancaman peradaban. ’’Bila stunting terus menggerogoti generasi muda, maka akan rusaklah generasi kita. Tidak akan ada SDM yang berkualitas, karena stunting tetap eksis di tengah-tengah kita,” katanya.

Menurutnya, Provinsi Lampung sebenarnya menunjukkan tren penurunan prevalensi stunting dari 26,26 persen pada 2019 menjadi 14,9 persen pada 2023, menjadikannya provinsi dengan prevalensi terendah keempat di Indonesia.

BACA JUGA:Bupati Ngopi Bareng Warga Pekon Margosari

Namun berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, terjadi peningkatan menjadi 15,9 persen, atau naik 1 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Peningkatan ini juga terjadi di 10 kabupaten/kota, dengan lonjakan tertinggi mencapai 8,5 persen. Sementara itu, lima kabupaten mencatatkan penurunan, yakni Waykanan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Lampung Barat. Kabupaten Waykanan menjadi yang tertinggi dalam penurunan, yaitu 8,8 persen.

Berdasarkan data ini, Bappenas menetapkan target prevalensi stunting Provinsi Lampung sebesar 13,2 persen pada tahun 2025 dan 3,8 persen pada tahun 2045.

’’Tantangan kita ke depan semakin berat. Tak bisa lagi dengan pola kerja biasa (business as usual), harus ada langkah konkret yang menyentuh langsung masyarakat, terutama anak-anak,” tegas Jihan.

Jihan menjelaskan bahwa peningkatan stunting di daerah disebabkan oleh lemahnya tata kelola, minimnya anggaran, kurangnya komitmen lintas sektor, serta terbatasnya data dan integrasi program.

Berbagai intervensi spesifik seperti pemberian ASI eksklusif, konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD), pemantauan tumbuh kembang, layanan gizi ibu hamil, hingga MP-ASI, dinilai belum berjalan optimal.

BACA JUGA: Dua Bulan Samsat Gunungsugih Serap Rp 8,2 M dari Pemutihan

Sementara itu, intervensi sensitif seperti akses air minum dan sanitasi layak (Wash) serta pemberdayaan keluarga seperti program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) juga perlu ditingkatkan penerapannya.

Tags :
Kategori :

Terkait