DKPP Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Bawaslu Ogan Ilir Terkait PSU Pilkada

Kamis 03 Jul 2025 - 20:33 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

PALEMBANG – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) terhadap Ketua dan dua anggota Bawaslu Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel).
Sidang untuk Perkara Nomor 85-PKE-DKPP/II/2025 ini digelar di kantor Bawaslu Sumsel di Palembang, Rabu (2/7).
Perkara ini diadukan oleh Ismail, yang memberikan kuasa kepada M. Alwan Pratama Putra dan Angga Saputra. Teradu dalam perkara ini adalah Ketua Bawaslu Ogan Ilir, Dewi Alhikmah Wati, serta dua anggotanya, Muhammad Uzer dan Lily Oktayanti.
Sidang tetap dilaksanakan meski pengadu tidak hadir. Ketua Majelis, Heddy Lugito, menyatakan pengadu telah dipanggil secara patut sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (1) Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017, sebagaimana diubah dengan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022.
“Pada 24 Juni 2025, pengadu menyatakan akan hadir, tetapi hingga hari ini tidak hadir. Karena perkara sudah diregister, maka tetap kita sidangkan,” ujar Heddy.
Dalam dokumen aduan, pengadu mendalilkan bahwa para teradu tidak profesional dalam memutuskan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 1 Desa Tanjung Gelam, Kecamatan Indralaya, Ogan Ilir, yang menurut mereka tidak lagi memengaruhi hasil Pilkada.
Kasus ini berawal dari seorang warga bernama Asmiri, yang menggunakan hak pilihnya meski tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), maupun Daftar Pemilih Khusus (DPK). Asmiri diketahui telah berpindah domisili ke Kabupaten Banyuasin.
Pengadu menilai Bawaslu Ogan Ilir memaksakan pelaksanaan PSU secara tidak proporsional dan mengganggu tahapan rekapitulasi di tingkat kabupaten.
Namun, Ketua Bawaslu Ogan Ilir, Dewi Alhikmah Wati, menegaskan bahwa keputusan menerbitkan rekomendasi PSU sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Menurutnya, KPPS di TPS tersebut keliru memberikan surat suara kepada Asmiri tanpa memverifikasi status pindah memilih.
“Meski Asmiri berasal dari Desa Tanjung Gelam, ia telah menikah dan membuat KTP baru di Kabupaten Banyuasin. Ini memenuhi syarat untuk dilakukan PSU berdasarkan Pasal 112 UU Pilkada juncto PKPU Nomor 17 Tahun 2024,” jelas Dewi.
Sidang ini dipimpin oleh Heddy Lugito selaku Ketua Majelis, didampingi tiga anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumsel, yakni Chandra Zaky Maulana (unsur masyarakat), H. Nurul Mubarok (unsur KPU), dan Massuryati (unsur Bawaslu).
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan Nomor Perkara 13-PKE-DKPP/I/2025 di kantor KPU Provinsi Lampung, Kota Bandarlampung, Jumat (20/6).
Perkara ini diadukan oleh Fauzi Ahmad dari LSM Genta Lamtim. Ia melaporkan Ketua Bawaslu Lamtim Lailatul Khoiriyah beserta empat anggotanya: Hendri Widiono, Syahroni, Cristine Bunga Ellora, dan Rizka Septia.
Namun, Fauzi Ahmad absen dalam sidang meskipun telah dipanggil secara patut oleh DKPP. Berdasarkan informasi dari Sekretariat DKPP, pemanggilan sidang telah disampaikan pada 13 Juni 2024, namun tidak direspons oleh yang bersangkutan.
Meski tanpa kehadiran pengadu, Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah memutuskan sidang tetap dilanjutkan.
“Sesuai pedoman beracara DKPP, kita lanjutkan pemeriksaan hari ini,” tegas Tio.
Dalam aduannya, Fauzi mendalilkan bahwa para teradu mencantumkan pasal yang keliru saat memutuskan laporannya tidak memenuhi unsur materiil. Laporan tersebut dilayangkan Fauzi pada 26 September 2024, terkait dugaan penggunaan alamat rumah dinas Bupati sebagai alamat pendaftaran petahana dalam Pilkada Lampung Timur 2024.
Dua hari kemudian, Bawaslu Lampung Timur membalas melalui surat bernomor 269/PP.001/K.LA 04/09/2024, menyatakan laporan tersebut tidak memenuhi unsur materiil dengan merujuk Pasal 48 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 (UU 6/2020). Masalahnya, pasal tersebut mengatur syarat calon perseorangan, bukan soal alamat pendaftaran.
Merasa ada kekeliruan, Fauzi mengirim surat klarifikasi dan permohonan gelar perkara kepada Bawaslu Lampung Timur, namun tidak mendapat jawaban.
Dalam sidang, anggota Bawaslu Lampung Timur Hendri Widiono mengakui adanya kesalahan pengutipan pasal. Ia menyebut kekeliruan itu sebenarnya telah dibahas dan diperbaiki dalam rapat pleno Bawaslu pada 28 September 2024. Namun, saat surat dicetak oleh staf, pasal yang salah kembali muncul karena menggunakan template dokumen sebelumnya.
“Setelah rapat pleno tinggal eksekusi. Tapi saat dicetak masih muncul pasal 48 karena format surat masih pakai template lama,” ujar Hendri.
Ketidaktepatan penggunaan pasal itu akhirnya terungkap dalam audiensi Fauzi dengan Bawaslu Lampung Timur pada 7 Oktober 2024. Hendri mengaku pihaknya tidak membaca ulang dengan teliti surat yang telah dicetak. Mereka mengira catatan pleno sudah diterapkan.
“Kami sudah memperbaiki surat tersebut pada 7 Oktober 2024. Saya bahkan sempat bilang ke media, ini memang kesalahan kami,” jelas Hendri, yang juga menjabat Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Lampung Timur.
Terkait surat klarifikasi dari Fauzi yang tidak direspons, Hendri beralasan bahwa persoalan sudah tuntas dalam audiensi.
“Tanggal 7 Oktober itu sebenarnya sudah clear karena pelapor sudah duduk bersama kami. Menurut juknis, itu sudah selesai,” tegasnya.
Sidang DKPP ini dipimpin Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah bersama tiga anggota majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Lampung, yakni Fitri Yanti (unsur masyarakat), Ahmad Zamroni (unsur KPU), dan Ahmad Qohar (unsur Bawaslu). (dkpp/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait