Pemerintah Bentuk Tim Kajian Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah

Rabu 02 Jul 2025 - 20:12 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

JAKARTA – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan pemerintah telah membentuk tim kajian lintas kementerian untuk menelaah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 mengenai Pemisahan Pemilihan Umum (Pemilu) Nasional dan Pemilu Daerah.
Prasetyo menjelaskan tim tersebut melibatkan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Saya dan Kemendagri yang memang membawahi urusan kepemiluan, bersama teman-teman di Kemenkumham, membentuk satu tim untuk mengkaji putusan MK yang baru kemarin keluar,” kata Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Selain itu, menurut Prasetyo, pemerintah juga menunggu arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto dalam menyikapi putusan tersebut.
“Tentu kami juga akan meminta petunjuk dari Bapak Presiden, setelah hasil analisis kementerian selesai,” tambahnya.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa parlemen juga tengah mengkaji putusan MK tersebut bersama pemerintah dan sejumlah organisasi masyarakat sipil.
“Kami di DPR sudah mengadakan rapat brainstorming dengan pihak pemerintah, hadir Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, Mensesneg, serta perwakilan dari KPU, Komisi II, Komisi III, Badan Legislasi, dan juga NGO seperti Perludem yang mengajukan judicial review,” jelas Dasco.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menetapkan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah harus dilakukan secara terpisah, dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Sementara pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan pemerintah masih mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait pemisahan jadwal pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah.
“Kami masih mengkaji. Nanti akan kami rapatkan terlebih dahulu di internal pemerintah, bersama Kementerian Sekretariat Negara, Kemenkumham, dan mungkin juga Kemenko Polhukam, karena ini menyangkut aspek politik dan regulasi kepemiluan maupun kepala daerah,” ujar Tito kepada wartawan di Kompleks DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Menurut Tito, pembahasan akan mencakup aspek hukum dan politik, termasuk dampak dari implementasi putusan tersebut.
“Kami akan membahas apakah putusan itu sesuai dengan aturan yang berlaku, termasuk konstitusi. Juga menganalisis dampak positif dan negatifnya serta menentukan langkah-langkah yang perlu diambil ke depan,” jelasnya.
Selain itu, Tito menegaskan pemerintah juga akan berkonsultasi dengan DPR RI sebagai lembaga legislatif terkait langkah lanjutan.
“Kami akan menjalin komunikasi dan koordinasi dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang,” imbuhnya
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi dalam amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa pemilu nasional dan pemilu daerah harus dipisahkan dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
Pemilu nasional meliputi pemilihan Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR, dan DPD. Sementara pemilu daerah meliputi pemilihan kepala daerah serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Jakarta, Kamis (26/6/2025). MK mengabulkan sebagian permohonan judicial review yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), melalui Ketua Yayasan Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irmalidarti.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai bahwa:
“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian, dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan, dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan kepala daerah di seluruh tingkat, pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”
Putusan ini menandai perubahan besar dalam desain pemilu Indonesia dan memicu berbagai respons dari partai politik dan pemerintah. (disway/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait