JAKARTA – Potret buram layanan kesehatan kembali menjadi sorotan publik setelah seorang pasien pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS), Desi Erianti, meninggal dunia usai ditolak oleh Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Rasidin Padang.
Desi, warga Jalan Pilakuik, Kelurahan Gunung Sariak, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, dikabarkan mengembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (31/5) pukul 00.15 WIB, tidak lama setelah pihak IGD rumah sakit menolak untuk memberikan penanganan medis karena ia dinilai tidak dalam kondisi gawat darurat.
Keluarga korban, Yudi, mengatakan bahwa Desi datang dalam keadaan sesak napas, namun petugas rumah sakit menyatakan bahwa kondisinya belum masuk kategori darurat dan hanya bisa dilayani sebagai pasien umum.
“Pihak rumah sakit menolak karena menganggap sakitnya hanya sesak napas dan tidak emergency. Jika ingin dilayani, harus sebagai pasien umum, bukan pakai KIS,” ungkap Yudi dalam unggahan media sosial yang viral.
Kriteria Gawat Darurat Menurut Aturan
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 63, pasien dinyatakan gawat darurat jika mengalami:
Kondisi yang mengancam nyawa atau membahayakan orang lain/lingkungan
Gangguan pada jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi, Penurunan kesadaran, Gangguan hemodinamik, Membutuhkan tindakan medis segera.
Pasien BPJS atau KIS yang tidak termasuk dalam kategori di atas akan dianggap sebagai pasien umum dan tidak dijamin dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menurut standar pelayanan IGD, pasien diklasifikasikan ke dalam beberapa zona: Zona Merah: Gawat darurat, ditangani segera; Zona Kuning: Prioritas sedang, ditangani dalam 30–60 menit; Zona Hijau: Prioritas rendah, ditangani dalam 60–120 menit; Zona Hitam: Pasien meninggal atau tak ada harapan hidup
Desi diduga masuk zona kuning atau hijau, sehingga tidak mendapat penanganan segera lewat BPJS.
Menanggapi polemik ini, Direktur RSUD Rasidin, dr. Desy Susanty, mengklarifikasi bahwa pihak rumah sakit telah melakukan observasi terhadap Desi selama kurang lebih satu jam.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan, pasien tidak menunjukkan tanda gawat darurat. Kami sarankan melanjutkan pengobatan di Puskesmas,” kata dr. Desy.
Ia menambahkan bahwa diagnosis menunjukkan Desi mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), yang secara medis bisa ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti Puskesmas.
Insiden ini menyulut amarah netizen di media sosial, terutama di akun Instagram resmi milik RSUD Rasidin. Banyak yang menyampaikan pengalaman serupa, sementara sebagian lainnya menuntut evaluasi sistem.
’’Rumah sakit kok bisa menolak pasien KIS sesak napas yang akhirnya meninggal? Tragis,” tulis seorang netizen.
’’Sarjana kedokteran boleh tinggi, tapi kalau nurani mati, untuk apa?” tulis lainnya.
Sebagian warganet juga berharap agar kasus ini menjadi momentum pembenahan sistem pelayanan darurat di Indonesia. (disway/c1/abd)
Kategori :