BANDARLAMPUNG – Pada 1 Mei bukan sekadar hari libur. Ini merupakan momentum Hari Buruh Sedunia, hasil perjuangan panjang pekerja sedunia yang menuntut keadilan dan martabat dalam bekerja.
Hari Buruh Internasional lahir dari perjuangan buruh di Chicago, Amerika Serikat, tahun 1886, saat ratusan ribu buruh turun ke jalan menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari.
Aksi ini dibayar mahal dengan penangkapan, penindasan, bahkan eksekusi mati terhadap para pemimpinnya.
BACA JUGA:Naskah Kuno Lampung, Jejak Emas Peradaban
Namun dari titik darah itu, gelombang perlawanan menyebar ke seluruh dunia dan mulai mengubah wajah dunia kerja, jam kerja dipangkas, upah diperjuangkan, dan hak berserikat diakui.
Di Indonesia, sejarah perlawanan buruh tidak kalah panjang dan berdarah. Sejak zaman kolonial hingga era Orde Baru, buruh terus diperas dan dibungkam.
Tetapi perjuangan kolektif buruh melalui pemogokan, aksi massa, hingga konsolidasi gerakan telah menghasilkan banyak capaian penting dari pengakuan hak berserikat, sistem jaminan sosial, hingga tunjangan hari raya (THR) yang kini dianggap biasa, padahal dulunya diperoleh lewat tekanan aksi dan ancaman mogok nasional.
Insentif kerja, jaminan kecelakaan, cuti melahirkan, dan perlindungan normatif lainnya bukanlah hadiah dari negara atau pengusaha, melainkan hasil dari puluhan tahun perlawanan rakyat pekerja, menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional, sebagai penghormatan terhadap perjuangan buruh di Chicago dan simbol solidaritas buruh sedunia.
Sejak saat itu, tanggal 1 Mei menjadi milik buruh di setiap sudut dunia. Namun, Federasi Pergerakan Serikat Anggota dari Konfederasi Serikat Nasional (KSN) memberikan catatan kritis atas situasi ekonomi politik dalam tahun terakhir ini. Terutama mengenai persoalan ketenagakerjaan dan perburuhan.
Persoalan tersebut mulai dari kondisi perburuhan Indonesia yang mengalami Ketertindasan atas sistem politik upah murah yang tiada hentinya, bahkan hal tersebut semakin menggurita dan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif oleh persekongkolan penguasa dan pengusaha.,
Melangsir di Tahun 2023 saja secara nyata dilakukan oleh Negara melalui Kementrian Tenaga Kerjanya yang pada pokoknya memerintahkan dan mewajibkan para kepala daerah di Indonesia untuk menetapkan UMP Tahun 2024 dengan mengacu terhadap PP No.51/2023 perhitungan upah minimum dilakukan dengan basis variabel inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks tertentu.
Dalam pasal 26 ayat (6) indeks tertentu ditambah PDB Nasional tidak lagi menyandarkan pada Kebutuhan Hidup Layak sebagai Dasar penetapan upah.
Selanjutnya diawal tahun 2025 kenaikan upah hanya naik besaran 6,5 persen, hal ini dalam hemat FPSBI-KSN nilai bahwa pemerintah hanya menjalankan politik upah murah.
"Bagaimana tidak, bila bicara kesejahteraan sebagai dasar dari ukuran besaran upah tersebut itu tidak terpenuhi. Meski kenaikan UMP 2025 dianggap sudah bagus," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia-Konfederasi Serikat Buruh, Yohanes Joko Purwanto.
Namun menurut Yohanes Joko Purwanto, hal itu sebenarnya tidak sesuai dengan tuntutan para buruh/pekerja, Pasalnya adanya beberapa iuran yang dipaksakan oleh pemerintah yang harus dibayarkan oleh buruh.