Lokasi reka ulang adalah di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak, tepat di depan sebuah minimarket di Balaraja, Kabupaten Tangerang, Banten.
Dalam rekonstruksi ini, seluruh adegan yang melibatkan pelaku dan korban diperagakan dengan teliti oleh pihak TNI Angkatan Laut, dengan pengamanan ketat dari pihak kepolisian.
Pusat Polisi Militer Angkatan Laut (Puspomal) yang memimpin rekonstruksi ini, memastikan bahwa setiap langkah diperagakan sesuai dengan bukti yang ada.
Tiga unit mobil, termasuk kendaraan pelaku dan milik korban, digunakan dalam proses rekonstruksi. Adegan pertama menggambarkan pengejaran antara mobil pelaku dan korban, yang kemudian berlanjut ke lokasi penembakan.
Rizky menyampaikan, meskipun ia merasa trauma karena harus kembali ke tempat kejadian, ia merasa lega bahwa proses rekonstruksi ini memperlihatkan kebenaran kejadian secara jelas. “Meskipun saya masih trauma, saya bersyukur dapat dilibatkan dalam rekonstruksi ini. Semoga keadilan bisa tercapai,” tambah Rizky.
Proses rekonstruksi berakhir sekitar pukul 02.25 WIB, meski hujan masih mengguyur. Meski banyak warga sekitar yang datang untuk menyaksikan, pihak Puspomal enggan memberikan keterangan lebih lanjut terkait proses penyidikan.
Sebelumnya, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyoroti keputusan TNI untuk mengadili pelaku penembakan bos rental mobil di pengadilan militer.
Menurut Abdul, karena keterlibatan warga sipil dalam kasus ini, proses hukum seharusnya dilakukan di peradilan umum atau pengadilan negeri (PN).
“Seharusnya kasus ini ditindak di Pengadilan Negeri (PN), meskipun pelakunya dari unsur militer, karena kejahatan ini dilakukan terhadap warga sipil,” kata Abdul Fickar kepada Disway.id, Jumat, 10 Januari 2025.
Abdul menilai meskipun kejahatan tersebut dilakukan oleh tiga oknum TNI AL – Sertu AA, Sertu RH, dan KLK BA – yang berstatus militer aktif, ada dasar hukum yang memungkinkan mereka diadili di Pengadilan Negeri.
Namun, ia juga memaklumi bahwa ketiganya dilindungi oleh UU TNI yang mengamanatkan bahwa kasus pidana yang melibatkan prajurit aktif harus diadili di pengadilan militer.
“Meski kasusnya melibatkan warga sipil, tetap sulit untuk mengubahnya sepanjang UU peradilan militer belum diubah. Maka, prosesnya tetap berlangsung di pengadilan militer bagi mereka yang berstatus militer aktif,” jelasnya.
Abdul melanjutkan bahwa meskipun ketiga tersangka merupakan prajurit TNI AL aktif, ada dasar hukum yang memungkinkan mereka diadili di Pengadilan Negeri.
Hal ini karena rangkaian kejahatan penggelapan mobil dimulai oleh warga sipil sebelum melibatkan oknum TNI, yang menunjukkan adanya koneksi antara keduanya.
“Jika merujuk pada KUHAP mengenai koneksitas, seharusnya prajurit militer ini bisa diadili di PN,” ujarnya.
Menurutnya, jika kejahatan tersebut didominasi oleh pelaku sipil, maka kewenangan pengadilan sipil lebih tepat.