JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Romli Atmasasmita, menilai keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Nawawi Pamolango sebagai Ketua KPK Sementara menggantikan Firli Bahuri adalah langkah keliru.
Diketahui, Nawawi Pamolango menjabat Ketua KPK Sementara setelah Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan dan gratifikasi terhadap Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Upaya penetapan status tersangka itu dilakukan penyidik Polda Metro Jaya.
Menindaklanjuti hal itu, Jokowi kemudian menerbitkan Keppres Nomor 116/P Tahun 2023
tentang Pemberhentian Sementara Ketua Merangkap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024 dan Pengangkatan Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024.
Keppres ini sendiri mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun menurut Romli, seharusnya penggantian Ketua KPK mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK itu sendiri. “Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (diterbitkan) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Maka (harusnya) aturan hukum ini yang berlaku,” ujar Romli seperti dikutif jawapso.com., Rabu (6/12).
Romli melanjutkan, Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengatur soal penunjukan dan penggantian pimpinan KPK yang diberhentikan karena menjadi tersangka tindak pidana kejahatan. Akan tetapi, lanjutnya, upaya penggantian Ketua KPK saat ini cacat hukum karena menggunakan Perppu Nomor 1 Tahun 2015.
“Presiden menggunakan undang-undang yang sudah dicabut sebagai dasar penunjukan Nawawi,” kata Romli.
Romli menjabarkan, dalam aturan Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disebutkan, dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau DPR RI.
Karenanya, menurut Romli, pengangkatan Nawawi Pamolango semestinya tidak sah dan harus batal demi hukum karena hal ini akan membuat KPK lumpuh. “Semua kebijakan KPK, mulai dari penyelidikan, penyidikan, termasuk penetapan tersangka dan penuntutan akan menjadi tidak sah dan bisa digugat ke praperadilan karena praperadilan itu untuk menguji kewenangan bukan barang bukti. Dengan kata lain, KPK lumpuh dengan Keppres itu. Kalau lumpuh siapa yang suka? Ya koruptor,” tutupnya.
Di bagian lain, Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri mengaku dalam kondisi sakit saat memenuhi panggilan pemeriksaan, Rabu (6/12). Meski begitu, dia memastikan akan menjalankan prmeriksaan tersebut.
“Walau saya terkena batuk berat tapi saya datang, walau Saya menggunakan masker untuk menjaga dan melindingi kesehatan bersama,” kata Firli.
Firli mengatakan, dirinya akan kooperatif terhadap proses hukum. Oleh karena itu ketika sekarang dipanggil lagi untuk diambil keterangan tambahan, dia memenuhinya.
“Sebagai negara hukum, saya menjunjung tinggi supremasi hukum. Saya hari ini ke Bareskrim memenuhi panggilan penyidik Bareskrim,” jelasnya.
Diketahui, Polda Metro Jaya resmi menaikan status Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan kepada eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Penetapan ini dilakukan usai gelar perkara.