PTPN I Regional 7 Nyatakan Eksekusi Lahan Sidosari Tuntas

Rabu 15 Jan 2025 - 21:48 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Syaiful Mahrum

LAMSEL - Putusan inkrah Pengadilan Negeri Kalianda terhadap lahan PTPN I Regional 7 yang digugat LSM Pelita (Maskamdani cs.) seluas 75 hektare di Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, telah selesai dieksekusi, Senin (14/1).

Region Head PTPN I Regional 7 Tuhu Bangun menegaskan tidak ada ruang kompromi untuk urusan penegakan hukum pada kasus ini. Kalaupun ada sikap akomodatif dari perusahaan, kata Tuhu, hal itu merupakan langkah kemanusiaan.

"Alhamdulillah eksekusi fisik selesai dengan tuntas. Sesuai rencana, kami butuh waktu 14 hari sejak eksekusi riil oleh PN Kalianda, 31 Desember 2024. Intinya, lahan negara yang dikelola PTPN I Regional 7 kembali ke pangkuan negara dengan utuh dan akan kami pergunakan sebagaimana amanat negara," kata Tuhu.

Pada eksekusi fisik Senin (14/1), kata Tuhu, secara umum berlangsung lancar. ’’Meskipun ada gangguan berupa blokade jalan masuk menuju lokasi oleh para okupan masih bertahan, melalui pendekatan lembut seluruh alat berat bisa bekerja dengan baik dengan kawalan aparat keamanan,’’ ujarnya. 

Tuhu menyampaikan beberapa poin inti dari proses hukum ini. Tuhu yang juga aktivis Serikat Pekerja Nasional ini menyatakan, tuntasnya eksekusi ini menjadi akhir dari perselisihan hukum yang dipicu penyerobotan lahan milik perusahaan oleh oknum warga dengan bendera LSM Pelita.7

"Sejak saat ini, lahan 75 hektare yang merupakan bagian dari HGU No.16/1997 milik PTPN I Regional 7 pulih kembali dan dalam penguasaan kami, baik secara hukum maupun fisik. Jika ada pihak lain yang mengganggu atau akan memanfaatkan lahan ini tanpa dasar hukum yang jelas, kami akan pidanakan. Sebab, hak atas lahan ini clean and clear secara hukum," kata Tuhu.

Mengenai polemik yang masih terjadi di lapangan karena beberapa oknum okupan yang menolak dan membela diri, Tuhu menyebut hal itu bukan halangan hukum. Berbagai narasi negatif yang diembuskan beberapa oknum dan menjaring dukungan dari beberapa pihak, menurut Tuhu, adalah langkah yang inkonstitusi dan dapat dikategirkan sebagai pelanggan hukum. Sebab, isu-isu yang diembuskan lebih berisi fitnah dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Tuhu menjelaskan, secara hukum kasus lahan Sidosari ini ini sudah sangat jelas. Ia juga mengingatkan kepada para pihak yang dimanfaatkan nama besarnya oleh para oknum untuk melawan putusan hukum yang sah untuk menghitung ulang untung-rugi reputasinya. Sebab, proses hukum terhadap kembalinya lahan ini ke pangkuan negara sudah sangat kredibel dari awal sampai akhir.

"Tidak ada lagi yang bisa diperdebatkan karena proses hukum dari awal sampai inkracht di Mahkamah Agung sudah clean and clear. Kalau para okupan yang awam ngotot mau nuntut lagi, kami masih maklum. Tetapi sepengetahuan kami, yang ngotot justru orang-orang yang sangat paham hukum. Sementara para okupan awam sudah sukarela menyerahkan aset dan mengakui kesalahannya. Nah, ini yang saya sesalkan. Sebab, kalau ini terus berlanjut maka korban penipuannya akan bertambah," tegas Tuhu.

Secara kronologis, kasus ini bermula dari klaim Maskamdani cs yang menggunakan LSM Pelita atas lahan seluas 150 hektare milik PTPN I Regional 7. Klaim itu dilakukan dengan menduduki lahan dengan mengerahkan alat berat dan menanami lahan dengan berbagai tanaman. Atas okupasi itu, pihak PTPN I Regional 7 (dulu PTPN VI) melawan. Beberapa kali terjadi gesekan dan sempat terjadi penganiayaan oleh oknum-oknum LSM tersebut kepada karyawan PTPN I Regional 7 yang berakhir ke laporan polisi.

Upaya okupasi fisik tak berhasil, Maskamdani cs. melakukan gugatan ke PN Kalianda pada 2020. Melalui persidangan bertingkat hingga kasasi ke Mahkamah Agung, PTPN I Regional 7 tetap memenangkan perkara. Terakhir, MA menguatkan putusan PN Kalianda yang menyatakan perkara ini inkracht sehingga lahan tersebut kembali menjadi bagian dari HGU No.17/1997 seluas 5.948 hektare milik PTPN I Regional 7. Putusan inkracht tersebut ditindaklanjuti lanjuti dengan ekseskusi riil oleh PN Kalianda pada 31 Desember 2024. Eksekusi riil oleh PN Kalianda dilanjutkan dengan eksekusi fisik oleh PTPN I Regional 7 hingga tuntas. (rls/c1)

 

Tags :
Kategori :

Terkait