Cadangan Devisa RI Turun Tetapi Masih Memadai
-Foto Dok Jawa Pos.-
JAKARTA– Indonesia tercatat mengalami penurunan cadangan devisa (cadev). Pada akhir Januari cadev RI sebesar USD 145,1 miliar. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2023 sebanyak USD 146,4 miliar.
”Penurunan posisi cadangan devisa antara lain dipengaruhi jatuh tempo pembayaran utang luar negeri pemerintah,” kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono, Rabu (7/2). Posisi cadangan devisa tersebut, kata Erwin setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Serta, berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Erwin menilai cadangan devisa saat ini mampu mendukung ketahanan sektor eksternal. Sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
BACA JUGA:Simbol Kebahagiaan, Keberuntungan, dan Kesuksesan
Ke depan, bank sentral memandang cadangan devisa akan tetap memadai. Didukung stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga. ”Seiring dengan sinergi respons bauran kebijakan yang ditempuh BI bersama pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tandas Erwin Haryono.
Berdasar rasio pendanaan eksternal bruto, Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menilai, posisi cadangan devisa Indonesia masih sangat kuat. Perhitungan itu membandingkan cadangan devisa dengan utang. Sehingga penurunan yang terjadi di awal tahun ini tidak masalah.
BACA JUGA:Mobil Canggih dengan Performa Mentereng
Dia juga menyoroti neraca transaksi berjalan Indonesia yang relatif sehat. Begitu pula neraca perdagangan yang masih surplus meski menurun. BI juga merilis banyak instrumen. Bukan hanya untuk cadangan devisa, tapi juga memperdalam pasar modal.
Menurut dia, tidak akan menjadi masalah bagi BI untuk mempertahankan nilai tukar rupiah. Jika mata uang Garuda melemah, bank sentral bisa masuk di pasar valas pada transaksi spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), dan surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder untuk melakukan intervensi.(jpc/nca)