Muncul Sertifikat Bukan atas Nama Penggarap, Ratusan Warga Minta Dicabut!

TUNTUT KEADILAN: Ratusan masyarakat berunjuk rasa di depan kantor DPRD Lampung, Rabu (10/1).-FOTO PRIMA IMANSYAH PERMANA -

BANDARLAMPUNG - Ratusan warga dari dua kabupaten mendatangi kantor DPRD Lampung, Rabu (10/1). Mereka berasal dari Desa Sripendowo, Kecamatan Bandarsribhawono, Lampung Timur, dan petani penggarap lahan Kotabaru, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan.

Suparjo selaku koordinator aksi dari Desa Sripendowo mengungkapkan masyarakat Desa Sripendowo menuntut pemerintah untuk mencabut sertifikat yang sudah diterbitkan atas lahan yang telah digarap masyarakat.

’’Tuntutan kami sederhana. Jadi sertifikat yang sudah diterbitkan di lahan kami bukan atas nama penggarap itu dibatalkan oleh pihak yang menerbitkan! Tentunya dalam hal ini BPN!” tegas Suparjo.

BACA JUGA:Oknum Polisi Curi Mobil karena Judi Online

Suparjo menyatakan jika lahan yang telah mereka garap sudah dibebaskan dari kawasan hutan, pihaknya menginginkan sertifikatnya atas nama penggarap yang telah menggarapnya puluhan tahun.

’’Lahan itu dulunya eks Register 38 yang ada di wilayah Lamtim. Itu 90 persen digarap oleh warga Desa Sripendowo dari 390-an penggarap. Di mana ada 7 desa lainnya terdampak status lahan itu. Dulunya pernah dihutankan pada 1991 karena dulu ada permukiman dan sudah diganti rugi oleh pemerintah serta dipindah ke Mesuji,” ungkap Suparjo.

Masyarakat, lanjut Suparjo, telah menggarap lahan seluas 401 hektare ini sejak 1964 secara turun-temurun. “Masyarakat tahunya itu adalah lahan register. Jadi tidak ada surat. Tapi, kami kaget kok bisa dimunculkan sertifikat atas nama bukan penggarap,” katanya.

BACA JUGA:Dampak Stockpile Batu Bara Harus Dapat Perhatian Penting

Sementara Maryono, penggarap lahan Kotabaru, mengatakan bahwa dirinya telah menggarap lahan tersebut sejak 2014 sampai saat ini. “Kami diizinkan secara lisan untuk menanam palawija. Tapi, sekarang timbul sewa dan ini kami tolak,” ujarnya.

Penolakan ini, kata Maryono, karena dulu para penggarap diberikan kesempatan menggarap lahan tersebut karena akan dijadikan lahan pemerintahan. “Ternyata sekarang disewakan dan sekarang gedungnya mangkrak. Kami diintimidasi suruh bayar sewa,” ungkapnya.

“Nah, kami bergabung dengan LBH karena kami minta duduk dengan Komisi I, BPK, dan KPK, tapi tidak terlaksana. Ternyata tidak ada realisasi sampai sekarang,” tambah Maryono.

BACA JUGA:Kapolresta Bandar Lampung Sidak, Polisi Pakai Knalpot Brong Langsung Berurusan Sama Propam

Kondisi lahan Kotabaru, kata Maryono, saat ini keadaannya sangat kritis dan bangunannya mangkrak. “Padahal itu uang rakyat dan itu adalah ruang hidup petani untuk lahan garapan. Kalau memang mau dibangun, kami legowo. Tapi, kan ini tidak,” ungkapnya.

Menanggapi tuntutan ini, Ketua Komisi I DPRD Lampung Budiman A.S. akan segera memanggil pihak terkait yang membidangi persoalan ini untuk menindaklanjuti tuntutan masyarakat.

Tag
Share