UNIOIL
Bawaslu Header

Kenaikan HJE dan PPN Makin Suburkan Rokok Ilegal

PABRIK ROKOK: Pekerja PT HM Sampoerna Tbk. melakukan aktivitas di pabrik sigaret keretek tangan (SKT) Sampoerna di Surabaya beberapa waktu lalu.-FOTO PT HM SAMPOERNA TBK./ANTARA -

JAKARTA - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) memprediksi kebijakan pemerintah yang mengerek harga jual eceran (HJE) rerata 10,5 persen dan kenaikan PPN dari 9,9 persen menjadi 10,7 persen pada rokok yang berlaku awal Januari 2025 makin menyuburkan peredaran rokok ilegal.

Merujuk hitungan Gappri, pasca kenaikan HJE rata-rata 10,5 persen dan PPN menjadi 10,7 persen, maka harga rokok per golongan dapat naik 13,56 persen sampai 28,27 persen atau rata-rata naik 19 persen.

 

“Kenaikan persentase harga tertinggi akan dialami oleh sigaret kretek tangan (SKT) sebesar 28,27 persen. Ini berarti karpet merah telah digelar pemerintah untuk rokok ilegal,” kata Ketua Umum Gappri Henry Najoan dalam keterangannya, Jumat (3/1).

 

Henry Najoan mengatakan, kenaikan HJE jelas membebani industri hasil tembakau (IHT), mengingat rata-rata kenaikannya berada di angka dua digit atau 10,5 persen. Bahkan, SKT mengalami kenaikan HJE hingga 14,07 persen, sehingga berpotensi membuat harga-harga rokok naik. Beban makin berat lantaran kenaikan PPN dari 9,9 persen menjadi 10,7 persen.

BACA JUGA:Libur Berakhir, 179 Ribu Kendaraan Kembali ke Jakarta

Di sisi lain, kenaikan upah mininum provinsi (UMP) belum tentu mendorong daya beli konsumen, justru bisa makin memberatkan produsen tembakau yang sudah ditimpa berbagai beban pengeluaran.

 

Henry Najoan menegaskan, kenaikan komponen-komponen seperti HJE, PPN, hingga upah jelas akan mengerek harga jual rokok. Jika harga rokok sudah di atas nilai keekonomian, maka tren rokok murah bahkan rokok ilegal akan berlanjut.

 

“Semakin banyak konsumen yang beralih ke rokok murah, apalagi sebagiannya adalah rokok ilegal, kemungkinan besar akan membuat produksi rokok nasional menyusut. Jika ini terjadi, kami kira yang justru untung adalah penjual rokok ilegal yang tidak terbebani oleh pungutan sebagaimana rokok legal,” kata Henry Najoan.

 

Henry Najoan menyebut, dalam 10 tahun terakhir produksi rokok di dalam negeri cenderung turun di level 0,78 persen. Kemungkinan besar tren penurunan produksi rokok akan berlanjut.

Tag
Share