PTDH Eks Kasatresnarkoba Polres Lamsel Inkrah

JALANI SIDANG PERDANA: Eks Kasatresnarkoba Polres Lamsel AKP Andri Gustami di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (23/10).-FOTO RIZKY PANCANOV/RADAR LAMPUNG-

Jika Dalam 21 Hari Tidak Lengkapi Memori Banding

 BANDARLAMPUNG - Bidang Hukum (Bidkum) Polda Lampung sejauh ini belum menerima memori banding atas penolakan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) eks Kasatresnarkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami. Andri sendiri yang terlibat jaringan narkoba internasional Fredy Pratama punya waktu 21 hari untuk melengkapi memori bandingnya.

          Hal itu disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Lampung Kombes Umi Fadilah Astutik. ’’Jika tidak melengkapi memori bandingnya setelah 21 hari, maka hasil sidang kode etik yang memutuskan PTDH dinyatakan inkrah," ujarnya, Senin (23/10).

          Ditanya kenapa pengajuan banding AKP Andri Gustami harus ke Bidkum Polda Lampung dan bukan ke Mabes Polri, Umi menyatakan secara aturan, perwira menengah (pamen) AKP ke bawah memang ke Polda Lampung. ’’Kalau Kompol ke atas ke Mabes Polri. Tidak melihat apakah dari Akpol atau bukan," ungkapnya.

          Sebelumnya, AKP Andri Gustami di-PTDH dalam sidang kode etik yang digelar di Bidpropam Polda Lampung, Kamis (19/10). Tidak terima di-PTDH pada sidang yang dipimpin Plh. Irwasda Polda Lampung Kombes Budiman Sulaksono tersebut, AKP Andri pun melawan dengan melakukan upaya banding.

          Sementara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (23/10), AKP Andri menjalani sidang bersama Muhammad Rivaldo Milianri Gozal Silondae, M. Ahyat Roja'i, dan  Muhammad Fikri Noufal. Namun, Andri yang menjalani sidang pertama, sementara tiga terdakwa lain berada dalam berkas terpisah.

          Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan di ruang utama Bagir Manan. Andri pun saat ditanya hakim menyatakan dirinya sehat.

          Jaksa penuntut umum Eka mengatakan awalnya Andri selaku Kasatnarkoba memimpin penangkapan pelaku narkoba atas nama Ical di tol ruas Terbanggibesar–Bakauheni pada Agustus 2022 dengan barang bukti sabu seberat 30 kilogram (kg). Saat itu, Andri menyita handphone Samsung Z Flip yang di dalamnya ada komunikasi antara kurir Ical dengan The Secret alias gembong narkoba Fredy Pratama alias Mojopahit alias Koko Malaysia alias Air Bag alias Miming yang kini masih buron.

          Dengan memanfaatkan barang bukti tersebut, kata jaksa Eka, AKP Andri Gustami kemudian menghubungi seseorang dengan inisal BNB dengan tujuan agar narkotika bisa “aman” pada saat melintasi Pelabuhan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan. Namun, upaya terdakwa untuk berkomunikasi dengan seseorang dengan inisal BNB tersebut belum membuahkan hasil.

          Kemudian pada Maret 2023, AKP Andri Gustami kembali menangkap kurir jaringan BNB dengan barang bukti 18 kg sabu.  Disusul pada bulan April 2023 melakukan penangkapan terhadap kurir yang membawa narkotika jenis sabu dengan berat 30 kg dalam kemasan AC portabel yang dipaketkan melalui cargo atau jasa ekspedisi. AKP Andri Gustami kemudian menghubungi  Muhammad Rivaldo Milianri Gozal Silondae alias KIF melalui aplikasi BBM.

          "Saya sudah setahun di Lampung Selatan dan sudah banyak penangkapan besar yang dilakukan, tapi tidak ada penghargaan. Kalau begini mending saya cari duit saja untuk masa depan,” kata jaksa menirukan bunyi pesan yang dikirim AKP Andri Gustami kepada KIF.

          AKP Andri Gustami kemudian menghubungi KIF alias Muhammad Rivaldo dan seseorang berinisial BNB. AKP Andri meminta jatah uang pengamanan Rp15 juta untuk setiap kilo sabu yang melintasi Pelabuhan Bakauheni.

          BNB kemudian menawar dengan harga Rp8 juta untuk jatah pengamanan setiap sabu yang lewat Bakauheni. Setelah sepakat, kemudian AKP Andri Gustami menunggu informasi setiap pengiriman sabu jaringan Fredy Pratama untuk melakukan pengamanan.

          Total, kata jaksa, AKP Andri Gustami delapan kali mengamankan narkoba jaringan gembong narkoba Fredy Pratama sejak 4 Mei 2023 hingga 20 Juni 2023 hingga sabu berhasil naik ke kapal Ferry Express. Total 150 kg dan 2.000 ekstasi.

          "Adapun cara terdakwa AKP Andri Gustami melakukan pengawalan narkotika milik sindikat jaringan peredaran narkotika Fredy Pratama dengan cara mengambil narkotika tersebut di dalam salah satu kamar di Hotel Grand Elty maupun di villa Negeri Baru Resort Kalianda Lampung Selatan. Kemudian membawanya dengan kendaraan pribadi menuju area parkir kendaraan yang akan masuk ke kapal Ferry Express maupun dengan cara menemui kurir pembawa narkotika di area Km 20 Tol Kalianda dan mengawalnya dengan kendaraan pribadi milik terdakwa hingga sampai ke area antrean masuk kapal Ferry Express. Sehingga terhindar dari pemeriksaan petugas kepolisian yang ada di pintu depan masuk Pelabuhan Bakauheni," urai jaksa Eka Aftarini.

          Setelah melakukan pengamanan narkoba itu, AKP Andri mendapat upah total Rp1,2 miliar. Uang itu ia tampung di rekening BCA atas nama Selva, Eko Dwi Prasetyo, dan Sopian. Atas perbuatannya, AKP Andri didakwa dengan Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) serta Pasal 137 huruf a juncto pasal 136 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

          Sementara, pengacara AKP Andri Gustami, Zulfikar Ali Butho, menyebut kliennya tidak seharusnya dipecat dari anggota Polri. Bahkan, kata dia, Andri justru bisa diberdayakan untuk melawan jaringan narkoba internasional. Hal itu disampaikannya setelah menjalani sidang pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (23/10).

Ia mengatakan tim pengacara sedang mengkaji untuk mengusulkan kebijakan kepada pemerintah untuk merehabilitasi dan kemudian memberdayakan aparat penegak hukum yang masuk dalam dunia narkoba justru untuk memberantas narkoba. ’’Kami sedang mengkaji untuk mengusulkan kebijakan khususnya aparat hukum yang dijebak, dipengaruhi dengan oleh mereka (bandar narkoba) bisa direhabilitasi dan justru untuk melawan sindikat internasional itu," kata Ali Butho kepada wartawan. (nca/c1/rim)

Tag
Share